Senin, 30 November 2009


SIAPA YANG BERHAK ATAS RUMAH WARISAN ?
Oleh
Op. ni So Tarjua Ro Berkat

Sering menjadi persoalan di dalam bersaudara, seiring dengan sepeninggalnya orang tua. Persoalan ini, selalu terwarisi hingga sekarang. Orang tidak berani memberikan sesuatu yang pasti dari segi hukum adat. Kalau pun ada secara pribadi, belum tentu diterima oleh yang bersangkutan, Hukum adat pun tidak ada yang secara tegas menunjuk, siapa yang berhak atas rumah peninggalan orang tua. Mungkin kalau rumah peninggalan orang tua cukup kebagian satu per satu tidak menjadi masalah.

Di Samosir kebiasaan yang dipakai sebagai dasar petunjuk yang berhak mewarisi rumah, adalah, apabila orangtua laki meninggal, maka adek-adek dari anak tertua disebut, “ndang matean ama hamu. Adongdo abang mu ganti ni ama di hamu…..” bahwa pewaris tahta kerajaan adalah yang tertua. Maka rumah sebagai istana, jatuh kepada pewaris tahta. Itulah alasan di sana bahwa rumah harus kepada anak laki-laki tertua, yang melanjutkan kerajaan ayahnya.

Di luar wilayah Samosir, kepemilikan rumah warisan,sering menjadi masalah di antara kakak ber adik sebagai ahli waris, karena yang sering disaksikan orang, yang menempati rumah warisan adalah anak yang paling bungsu. Sehingga orang-orang yang menyaksikan itu, mengklaim bahwa aturan adat, mengharuskan yang berhak atas rumah warisan adalah anak yang paling bungsu. Secara depakto, memang sudah demikian kebiasaan yang dilakukan oleh pendahulu kita. Hal ini terkait dengan masyarakat yang menganut konsep “manombang” atau “marimba”. Masyarakat yang demikian memikirkan bagaimana kelak akan “pajaehon anak. Maka dimana daerah yang masih luas untuk di garap, masyarakat akan berbondong-bondong ke sana dengan harapan bisa mendapatkan tanah yang lebih luas agar bisa melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yaitu pajaehon. Sebab konsep harajaon sudah ditinggalkan di tanah lelehurnya. Mereka hanya memikirkan, bagaimana anak-anaknya bisa mendapatkan sebidang tanah untuk perumahan dan kebun untuk bertani, maka perlu mangarimba atau manombang. Belakangan muncul trend merantau, namun tetap dalam konsep manombang, maka kita kenal hingga sekarang daerah daerah Bamban, Bimpot, Percut, dan terakhir Pulo Raja di Sumatera Timur. Kemudian masyarakat atau secara pribadi merantau dengan mengandalkan ilmu dan kemampuan, untuk bekerja secara menetap di kator atau di perusahaan, seperti kita sekarang ini. Konsep mangarimba di tinggal abis.

Kemudian muncul pemikiran hak atas tanah leluhur sebagai tanda daerah asal, yang sudah ditinggal untuk merantau mencari penghidupan yang lebih layak, dibanding dengan mengolah tanah warisan orang tua yang tidak begitu luas dan tidak akan mungkin untuk menghidupi sekian keluarga kakak ber adik.

Secara dejure memang benar, bahwa pemindahan hak atas tanah dan rumah warisan orang tua belum pernah terjadi. Sehingga wajar kalau kemudian perantaupun berhak menuntut haknya. Disinilah muncul persoalan “Siapa Yang Berhak Atas Rumah Warisan?”

Kita harus berpikir jernih melihat persoalan ini, sehingga di kemudian hari, persoalan keluarga semacam ini bisa diselesaikan dengan jelas dan jernih. Jatuhnya kepemilikan rumah warisan kepada anak bungsu, bukanlah didasari oleh adat Batak, tetapi didasari oleh pembagian akibat kebiasaan pajehon anak tadi.
  1. Setelah anak tertua menikah, maka orang tua mendirikan rumah dan sebidang tanah sebagai Panjaean.
  2. Demikian pula anak ke-2, ke-3, ke-4 dst.
  3. Tiba saatnya anak yang paling bungsu menikah, tidak ada lagi sebidang tanah untuk dibangunkan rumah, demikian pula tanah sebidang untuk diolah. Tinggal rumah yang ditempati oleh orang tua, dan sebidag tanah kebunnya, maka didorong oleh rasa keadilan, maka rumah dan tanah yang merupakan bagian dari orang tua itu diserahkan kepada anak bungsunya, tetapi dengan syarat, selama orang tuanya hidup mereka tinggal serumah dan hidup dari tanah yang masih dikuasai oleh orang tua.
Perkembangan perjuangan dan trend dalam satu keluarga selalu berobah mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Pesoalan jatuh nya rumah warisan akan berbeda. Belakangan orang berani berkorban untuk memajukan saudaranya dalam hal menuntut ilmu di sekolahan. Maka anak tertua tadi dengan penuh kesadaran akan kemajuan jaman, maka dia bersama istrinya, membantu orang tua untuk menyekolahkan adek-adeknya, bahkan menjual sebahagian tanah untuk menyekolahkan adek-adeknya ke perguruan tinggi. Bukan persoalan berhasil atau tidak di dalam sekolahnya, tergantung pribadi yang disekolahkan. Tetapi yang mau kita lihat, adil tidaknya pemikiran seseorang didalam satu keluarga terhadap warisan seorang orang tua. Kalau kita katakan bahwa aturan adat, yang berhak atas rumah warisan adalah anak bungsu, lalu untuk yang tertua, yang sudah bersusah payah membantu orang tua, bahkan rela untuk tidak mendapatkan apa-apa asal adek-adeknya sekolah. Yang menjadi pertanyaan, apakah penetapan menurut adat tadi tetap benar?

Persoalan lain adalah dengan sekuat tenaga, orang tua banting tulang bekerja untuk mendapatkan uang demi menyekolahkan anak-anaknya, dari yang tertua hingga kepada anaknya yang bungsu. Orang tua tidak memikirkan lagi sebidang tanah untuk yang tertua, kedua, ketiga dst. Karena warisan itu sudah ditukarkan oleh orang tua dengan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah. Lalu pertanyaan timbul kembali, siapakah yang berhak atas rumah peninggalan orang tua mereka? Masihkah kita katakan menurut adat? Lalu siapakah ahli adat batak yang merekomendasikan bahwa si bungsu yang berhak atas peninggalan orang tua? Atau buku berjudul apakah yang mengatakan demikian sebagai refrensi pernyataan tersebut? Tidak ada yang bisa menjawab, dan tidak ada yang bisa menunjukkan bukunya. Lalu kenapa ada pernyataan demikian? Tidak lain adalah karena melihat suatu momentum yang menjadi monumenatal sampai sekarang di dalam satu keluarga yang hidup dalam konsep mangaribba atau manombang. Menurut penulis, yang paling adil adalah menjadi milik bersama terhadap rumah warisan, yang lainnya dibagi bersama secara adil dan merata.(rb.14)

KONSEP BORU NI RAJA

PEMAHAMAN KONSEP BORU NI RAJA BAGI ORANG BATAK
St.beresman rambe:

Konsep-konsep sihabatahon yang di ciptakan pendahulu kita salah satunya “boru ni raja” Konsep ini mengingatkan orang Batak betapa terhormatnya seorang boru di dalam satu keluarga orang Batak. sejak jaman dahulu. sesungguhnya konsep-konsep tersebut, membuat kita sadar, bahwa seorang orang Batak tidak boleh menganggap rendah derajat seorang perempuan. Segudang persoalan terjadi pada diri orang Batak dewasa ini, karena mereka bukan lagi orang Batak yang memahami konsep-konsep tersebut. Penggalian-istilah secara konseptual dan filosofis terhadap istilah istilah yang ditanamkan oppung kita sejak dulu sangat perlu, seperti “dipahuta” “muli” “boru ni raja” dalam menulis nama perempuan batak, diantara nama dan marga harus ditulis “br” bukan langsung dengan marga.
Menikah adalah suatu pilihan apalagi pada era globalisasi sekarang. Tapi selaku warga dari suku batak, apa yang dikatakan “pilihan” bahwa seorang perempuan Batak menjadi aib bagi keluarga bila sampai tua tidak menikah, karena alasan pisah dari orang tua, belum tentu seperti harapaannya dengan suami, dan berbagai macam persoalan dugaan, bahkan yang paling dikhawatirkan adalah hubungan material orang tua dengan “huta” atau “ladang”menjadi hilang yang seperti ini sudah melanggar kodrat. Harus kita pahami dulu konsep “dipahuta,” dan “muli.” Bagi suku lain,dikenal dengan konsep “wanita,” yang asal katanya, “wani” dan “toto” artinya berani menata. Menata apa? Yaitu rumah tangganya supaya keluarga teratur dan suami betah dan senang berdiam di rumah, akibatnya kemanapun dia pergi, selalu ingin segera pulang kerumah untuk menikmati keteraturan penataan yang dibuat istri. Mungkin mereka memerlukan penampakan yang lebih teratur. Bagi orang Batak, dekenal dengan konsep “parompuan.” Lebih kepada konsep harajaon, karena seorang raja harus mempunyai masyarakat yang banyak, karena rakyat yang banyak akan banyak yang mempertahankan wilayah. Maka seorang raja perlu melakukan penggalangan, karena bagi orang batak mengatakan “galang mula ni harajaon”.
Seorang gadis Batak harus menjadi paroppuan bagi suaminya seorang laki-laki tidak pernah menjadi oppung atau berketurunan tanpa seorang perempuan.
Kalau karena merupakan pilihan melawan kodratnya sebagai wanita, maka aharkat seorang perempuan sebagai paroppuan bagi marga lain telah sirna. Maka konsep sebagai boru ni raja menjadi tanda tanya. Sebab konsep “boru ni raja” baru sah kalau seorang perempuan menjadi permaisuri. Disanalah perempuan menunjukkan kepatutan anda sebagai boru ni raja, bukan di “rumah orang tua atau itonya”
Konsep “boru raja” dikenal dalam setiap keluarga Batak. Kata itu sering dipakai dan selalu terdengar di telinga orang batak. Orang batak urban sering menganggap filosofi-filosofi kuno batak adalah produk kolot generasi lama dan mereka meremehkan konsep-konsep yang begitu luas dan kuat pengaruhnya dalam kehidupan sihabatakon. “Raja” dalam filosofi batak, berarti “yang dihormati”. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering disimbolkan sebagai “Raja”. Simbol Raja bermakna “penghormatan”. Istri seorang lelaki batak sering dikatakan sebagai “boru ni raja” atau “putri si raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu saya), adalah Raja bagi semua kemenakannya.
Praktis, sebutan “boru raja” adalah sebuah konsep “kehormatan” dan “penghormatan” untuk perempuan batak yang dimulai sejak ia lahir. “Kehormatan” dan “penghormatan” ini meliputi banyak aspek seperti; kepatutan, moral, etika, sensitivitas, dignity, pride, wisdom, tradisi dan adat istiadat, dsb. Siapapun dia, apakah dia seorang perempuan istri Jendral atau pedagang ikan teri di pasar Senen, ia lahir didalam konsep “boru raja”.
“Boru ni Raja” harus memahami kepatutan berlaku, bekepribadian, berpakaian, dan berbuat layaknya sebagai permaisuri. “boru ni raja” harus memelihara moral sebagai permaisuri dan memiliki etika yang baik, serta sensitive terhadap hal-hal yang spele bahkan yang sangat spele harus segera di selesaikan dengan baik. “Boru ni Raja” adalah panutan disegala bidang ditengah masyarakat dan didalam pergaulannya sehari-hari,terutama ditengah kaumnya sendiri.
Banyak orang batak, yang tidak pernah menerjemahkan konsep “boru raja” ini kepada turun-temurunnya terutama kepada borunya. So, from now on, must dit it Tetapi dari banyak orang yang saya kenal. miskin, kaya, tua ataupun muda bahkan orang-orang pasaran ataupun pemuda-pemuda kelahiran kota yang sudah tidak perduli akan asal-usulnya, mereka semua mengenal konsep “boru raja” yang sering didengungkan oleh ayah-ayah mereka.
Konsep “Raja” memiliki makna yang sangat luas; memasuki teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Pertengkaran-pertengkaran di kalangan keluarga batak sering disudahi dengan kalimat “Raja do hita” atau terjemahannya adalah “kita adalah raja”. Artinya, kita tidak akan merendahkan diri kita untuk mempertengkarkan hal itu, karena seorang Raja tidak akan merendahkan martabatnya dengan pertengkaran-pertengkaran, perkelahian dsb. Hebat…! kan konsep “ke-Raja-an” dalam filosofi batak itu? Walaupun dalam prakteknya hal itulah yang paling susah dilakukan oleh orang batak. Mungkin konsep itu dibuat oleh opung-opung jaman dulu untuk mengatasi karakter “keras” orang batak. Apapun itu, betapapun sulitnya mengimplementasikannya, makna konsep itu luar biasa,.
Inti dari konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai “kehormatan” dan “priyayi”, kata yang dipakai oleh masyarakat jawa untuk menggambarkan konsep yang sama yang diambil dari bahasa jawa yaitu “Wanita”yang berasal dari kata wani dan toto tadi. Konsep “boru raja” juga sama dengan keadaan yang digambarkan dalam dongeng Cinderella yang berasal dari Eropah, karya HC Andersen.
Keningratan bukan semata sebuah lambang “kasta” belaka, tetapi sebuah simbol kepatutan yang menjadi ukuran-ukuran tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan Batak seharus nya berterima kasih pada nenek moyang kita yang memberikan sesuatu pengajaran melalui konsep filosofis, yang dianut oleh para orangtua kita sampai sekarang. Konsep boru ni raja sedikit banyak membentuk kepribadian perempuan Batak sampai sekarang, walaupun tidak sedikit perempuan Batak, begitu membenci konsep ini karena banyak yang menggambarkan sebagai konsep kesombongan perempuan batak. Seabaliknya banyak juga yang mengagumi karena, setelah merasakan, betapa indahnya sebuah kehidupan di dalam keluarga kalau seorang boru ni raja menerapkan konsep boru ni raja didalam kehidupannya sehari-hari.

MENGHADAPI ISSU 2012

2 Tessalonika 3, 6-15
Salah satu suku maya Indian, merupakan peramal ulung, sehingga ramalan suku maya ini sering menjadi acuan peramal-peramal dunia. Baru-baru ini suaku maya meramalkan tahun 2012 akan terjadi kiamat. Begitu cepat meluas berita tersebut, sehingga masyarakat khawatir dan takut. Banyak orang di dunia ini dengan segala upaya mencoba dengan caranya sendiri, membuat solusi jika hal itu terjadi. Bagi orang yang tanggung keperacayaanya kepada Yang Maha Kuasa mengaitkan kepercayaannya dengan ramalan tersebut. Ada juga yang menanggapi acuh karena hasil ramalan itu sangat global. Sebab kiamat bagi orang sebahagian adalah kematian bagi dirinya. Itu adalah hal yang biasa. Ada ramalan kemudian yang mengacu kepada ramalan suku Maya tadi dengan sedikit dibarenge oleh pendapat yang semi ilmuwan, bahwa Kiamat tersebut adalah, adanya suatu Planet liar yang keluar dari orbitnya, sehingga dalam perhitungan matematis, pada tahun 2012 persis bertabrakan dengan bumi. Peristiwa ini merupakan peristiwa siklus ribuan tahun, karena peristiwa tersebut pernah terjadi, pada jaman dinosaurus memenuhi bumi ini. Menurut penelitian, hilangnya dinosaurus dari muka bumi ini adalah karena peristiwa tabrakan tersebut. Maka hal itu akan terjadi kembali. Akibat dari informasi ini, para ilmuan Amerika sibuk mencari planet liar tersebut. Dengan berbagai peralatan cagih dikerahkan untuk meneliti planet-planet yang ada di angkasa luar dan tidak menemukan. Berbagai sangkalan dari ilmuan akan terjadinya petaka 2012 dilayangkan ke seluruh penjuru bumi ini, melalui majalah, koran siran elektronik dsn jurnal-jurnal, nampaknya tetap dalam kekhawatiran hingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh perfiliman Amerika Serikat dan meraup untung luar biasa dari issu tersebut.
Saudara-Saudara! Pada Surat Paulus yang pertama ke masyarakat gereja di Tessalonika, menceritrakan kedatangan Kristus yang kedua kali, dan peristiwa tersebut digambarkan seperti juga yang digambarkan pada surat Paulus yang pertama ke jemaat di Korintus yaitu hari Kiamat. Penggambaran itu begitu menakutkan mereka yang baru percaya kepada Kristus Yesus sehingga banyak jemaat dan orang-orang yang mengaku suruhan Allah membelokkan pengertian tersebut, sehingga semakin kacau pemikiran jemaat waktu itu, sehingga banyak yang tidak melakukan aktivitas. Ada yang hanya berdoa sepanjang hari, ada yang menikmati hartanya yang selama ini dikumpulkan, karena dalam pemikiran toh akan kiamat semua. Melihat kekacauan yang ada pada jemaat, sehingga Paulus melihat kejadian itu sudah menyimpang dari ajaran yang sebenarnya. Maka ia melayangkan suratnya yang kedua untuk menjelasakan, bahwa tentang hari kiamat, tidak ada satupun manusia yang dapat memastikan kapan hari kiamat tiba. Jemaat yang percaya kepada kuasa Allah, tidak akan berhenti beraktivitas. Sebab jemaat yang berhenti beraktivitas, akan mengganggu pelayanan dalam penyebaran firman Tuhan, bahkan akan cenderung malakukan dosa.
Jemaat Tuhan yang dikasihi Allah, bahwa Kiamat adalah hak Tuhan, kalau kita revewie kembali peristiwa Sodom dan Gumora, Abrham menanyakan malaikat suruhan Allah, yang memberitahukan akan pemusnahan Sodom dan Gumora, karena masyarakat di sana sudah tidak percaya lagi kepada Tuhan. Perlakuan kafir disana sini. Hal-hal yang dilarang atau tidak dinginkan Tuhan dilakukan dengan bebas seolah sudah biasa, dan tidak ada lagi batas-batas yang dilarang, membunuh sesama, menjalimi sesama, saling memperkosa dan merampas dan merampok, merupakan kehidupan yang biasa. Lalu Abraham bertanya kepada maikat Tuhan, "kalau ada yang percaya 20 orang, akan kah Tuhan membinasakan mereka?" Jawab Tuhan, “Tidak”. Abraham bertanya lagi, "kalau ada yang percaya 10 orang, akan kah Tuhan membinasakan juga?" Jawab Tuhan,” tidak” Lalu Abaraham bertanya kembali, "kalau hanya lima orang yang percaya, akan kah Tuhan membinasakan mereka?" Jawaban Tuhan, “tidak”. Oleh sebab itu Saudara yang kekasih, begitu dalam kasih Tuhan kepada manusia, sehingga anaknya yang tunggal diberikan kepada kita agar kita selamat dari dosa.
Saudara, dalam nama Tuhan Yesus, gejala alam adalah sesuatu yang pasti dan tidak ada seorang pun yang mampu memprediksi secara pasti, kapan akan terjadi bencana, seperti gunung meletus, longsor dan tsunami. Tetapi Tuhan memberi khidmad kepada manusia, untuk memelihara alam sekitar agar semuanya terjadi bukan untuk membinasakan manusia, tetapi menjadi berkhidmat menjaga kelestarian alam. Para Ilmuan mencoba memecahkan teka-teki tentang issu “Kiamat 2012” bahwa kejadian itu merupakan siklus ratusan tahun. Dalam penelitian, terpisahnya Sumatera Jawa dan Kalimntan adalah karena peristiwa yang sama kira-kira delapanratus tahun yang lalu. Hal yang sama diperkirakan akan terjadi tahun 2012. Menurut sumber, pencahayaan matahari akan sempurna, sehingga panas yang sampai ke bumi menjadi sangat efektif akibat menipisnya penetrasi panas seperti ozon dan ditambah efek rumah kaca. Akibatnya Es Abadi yang berada di kutub akan mencair, mengakibatkan naiknya permukaan laut. Gejala ini sudah kelihatan di daerah-daerah yang ditutupi es selama ini, sudah semakin menipis karena semakin mencair akibat peningkatan panas bumi. Semuanya akibat keserakahan dan dosa manusia yang tidak memikirkan kepentingan orang lain juga kepentingan Tuhan dalam mengasihi mausia..
Saudara, Surat Apostel Paulus yang kedua kepada Jemaat Tessalonika, menekankan kepada jemaat agar tidak bergabung dengan mereka yang tidak  mau melakukan pekerjaanya atau tugasnya, karena hal itu tidak dikehendaki Tuhan, tetapi jangan membenci mereka, kita harus menganggab mereka Saudara. Pesan ini disampaikan kepada mereka yang masih percaya akan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali, atau dalam pengetian lain “Kiamat”
Saudara dalam kasih Tuhan Jesus Kristus, Kalau kita baca Surat Paulus yang pertama ke jemaat Korintus, menjelaskan tentang Kiamat, yang disebut Suara Nafiri yang terakhir, bahwa seorang Kristen perlu mempersiapkan diri, agar didalam kematian yang kita alami kelak kita alami pada hari penghakiman tidak mempunyai noda bagi Tuhan. Pada saat bunyi nafiri yang terakhir (gambaran akhir jaman), Tuhan akan merobah yang hidup dan yang sudah mati dengan kecepatan sekejap mata, dari material yang dapat busuk menjadi material yang tidak dapat busuk. Rahasia awal proses penghakiman yang terakhir, secara jelas diberitahukan oleh Tuhan kepada manusia. Agar manusia itu mau mempersiapkan diri, sebelum berbunyi nafiri yang terakhir. Peringatan ini merupakan gambaran kasih Tuhan kepada makhluk ciptaannya, yang menggambarkan kasih setia Tuhan kepada manusia. Tidak pernah berhenti sampai pada akhir jaman. Oleh sebab itu orang yang percaya kepada kasih Tuhan yang tidak akan pernah berakhir, Umat Tuhan tidak akan pernah risau menghadapi issu kiamat kapan pun karena janji Tuhan mengasihi umatnya sampai kapan pun. Maka orang percaya yakin akan janji Tuhan. Memberikan peringatan kepada dunia merupakan implementasi kasih kepada yang dikasihi, maka kitapun tidak perlu berhenti untuk melakukan tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Tuhan, tetapi kita mempersiapkan diri dengan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan oleh Tuhan dan melakukan segala bentuk dan tanggung jawab yang diinginkan Tuhan agar dalam menghadapi kematian dan kiamat kita tidak bernoda di hadapan Tuhan…………………. Amen. (st.br)

Rabu, 25 November 2009

TANGGAPAN TERHADAP TULISAN DI gandhim.multiplay.com

Banyak versi tentang Sumerham/Rambe tetapi seiauh banyaknya versi tidak disertai dengan bukti dan alasan yang valid. manru: mengatakan Purba Manalu Debataraja waktu bersama dengan Tuan Sumerham ada di Dolok Sanggul. Eksistensi anda dilingkungan marga Toga Simamora dan Sihombing menjadi tidak jelas. Baik Sihombing maupun Simamora berada di Tipang Bakkara. Maka kalau manru dari salah satu kedua kelompok marga tadi, apapun pendapat anda, tidak dapat dipertanggung jawabkan, karena asal dari Toga Simamora dan Toga Sihombing saja anda tidak tau.
bidicoff nainggolan, Lak Lak itu tidak di Belanda dan tidak pula terbuang sia-sia di aek Sirahar. Tiga pusakko Toga Simamora, ketiganya ada pada Rambe dan sampai sekarang masih di simpan baik. Selain Rambe, tidak ada yang memegang posakko Toaga Saimamora kecuali menenpati kampung Tipang Bakkara.
ADIWARTA: Dulu lagu Batak yang berjudul "Lottung Sisia Sada Ina" Karangan Nahum Situmorang sebagai marga Lottung diakatakan "pasia Boruna Sihombing Simamora" ternyata belakangan ini menjadi"Simamora Sihombing" Secara adat, Tidaklah begitu berani Lottung mengatakan demikian kalau istri Toga Sihombing dan Toga Simamora berbeda. Sama dengan anak dari Tuan Sumerham yang beristerikan ketiganya borunya Raja Tungtung Pardosi, lalu Pardosi mengurutkan anak dari Tuan Sumerham menurut ketertuaan borunya? Demikian pula Lottung, tidak akan berani mengatakan untuk konsumsi umum sesuai dengan ketertuaan borunya. Informasi dari berbagai orang, bahwa Siboru Anak Pandan waktu menjadi Istri Toga Sihombing, itu juga Siboru Panggabean setelah menjadi Istri Toga Simamora. untuk jelasnya kita coba mencari informasi darimanapun tentang Marga Lottung ada tujuh marga dan berapa ibotonya ke tujuh marga tersebut. Rambe tidak pernah memaksakan diri harus menjadi siabangan pada Purba Manalu dan Debataraja. Tetapi kepastian Rambe, memegang Pusakkonya Toga Simamora yaitu Lak Lak (Tombaga Holing), Tombak dan Pedang. Sejarah Toga Simamora yang ditulis Rambe, diterjemahkan dari buku Lak Lak yang pada tahun 1972, masih ada di antara orang tua yang mampu membaca tulisan Batak kuno. Maka dengan pusakko Toga Simamora yang ada pada Rambe, sebetulnya eksistensinya Rambe tidak dapat disangkal oleh siapapun. Penulis sebetulnya masih ingin menulis pernyataan-pernyataan natua-tua dari marga Siregar dan Pardosi, tetapi pepatah orang tua mengatakan, "Tokka patuduhononkon tupik tu panopa",--"Ndang sipailaon dongan di tonga ni mangajana" Nomor sundut di Rambe diambil dengan nomor satu dari Tuan Sumerham, Rambe Purba, Rambe Raja Nalu dan Rambe Anak Raja adalah sundut ke dua atau nomor dua. demikian tanggapan saya "gnr14 rambe"

Selasa, 24 November 2009

ACARA MAMASUKI BAGAS

ADAT MAMASUKI BAGAS
Oleh St. Drs. Beresman. Rambe
(Op. ni si Jonathan So Tarjua Ro Berkat)

Rumah bagi orang Batak, merupakan suatu cita-cita yang paling di prioritaskan dalam hidupnya. Rumah merupakan sesuatu yang sangat didambakan, agar menjadi tempat bernaung, dikala hujan tidak kehujanan, dikala panas terik tidak kepanasan, dikala malam tidak kedinginan. Menjadi tempat memulai segala aktivitas dan keberangkatan untuk menuju tempat kerja. Baik kerja di kantor, pabrik, toko, dan lain-lain, juga untuk memulai kerja di sawah dan lading. Rumah juga menjadi tempat mengumpulkan segala rejeki yang didapatkan dari pekerjaannya, untuk dinikmati (dihalashon) oleh seluruh anggota keluarga. Rumah merupakan tempat yang selalu dirindukan oleh seluruh anggota keluarga yang ingin segera kembali dari tempat kerja maupun dari perjalanan. Rumah sangat penting arti filosofinya bagi orang Batak. Filosofi makan, filosofi berpakaian, filosofi karakter, filosofi-filosofilain di dalam aspek kehidupan seseorang.
Bagi orang Batak, apabila sudah bisa membangun sebuah rumah untuk tempat keluarga bernaung sangat bersenang hati. Tradisi mendirikan rumah bagi orang Batak, hendaknya diberitahukan kepada tulangnya si Bapak untuk memohon doa restu. Biasanya kalau ada seorang bere yang memberitahukan rencana pembangunan rumah kepada tulang, maka tulang tersebut (saudara laki laki-laki dari ibunya si bapak) akan membantu dalam hal pengadaan kuda-kuda dan atap. Kalau keadaan tulangnya kurang, minimal satu lembar atap harus diberikan. Maka tradisi untuk menaikkan kuda-kuda, Tulang harus berada disana untuk memberikan/membacakan doa. Tidak melihat rumahnya yang bagaimana. Gubuk, darurat, semi permanen, permanen, dan gedung. Maka untuk memulai tinggal di dalam rumah tersebut selalu diadakan acara memasuki.
Acara memasuki rumah bagi orang Batak mempunyai tingkatan sesuai situasi dan kondisi rumah yang akan di tempati.
“Manuruk bagas”. Kondisi rumah manuruk adalah rumah yang harus ditempati walau keadaan darurat artinya, rumah tersebut gubuk atau permanen belum sempurna sebagai rumah yang sudah selesai. Acara “manuruk” sangat sederhana dan dihadiri oleh kakak adek. Biasanya rumah darurat, tidak diberitahukan kepada tulang, agar sekali memberitahukan apabila keluarga tersebut sudah punya dana untuk meningkatkan kondisi bangunan.
“Mangapi-api I” Kondisi rumah belum 100% selesai. Menunggu selesai, mungkin kondisi belun selesai tersebut, hingga rusak tidak selesai juga. Maka menempati rumah adalah untuk merawat kondisi yang belum selesai tersebut. Biasanya rumah yang tidak ditempati, akan lebih mudah rusak dari pada yang ditempati. Untuk acara dalam mangapi-api I, yang di undang adalah sanak keluarga saja ditambah tukang (pande), dan utusan dari tetua setempat.
“Memasuki Jabu” Kondisi rumah 100% selesai dan kondisi bangunan permanen, yang pada saat memulai membangun, dihadiri oleh tulang dari bapak dan berdoa untuk keselamatan pande, dalam mengerjakan pembangunan rumah tersebut hingga selesai. Acara mamasuki, dipanggil Hula-hula, Tulang, memungkinkan juga Tulang rorobot (Tulangni inanta). Tudu-tudu ni sipanganon di padoppak ma tu tulang, rapma dohot hula-hula. Boasa tu tulang?
1. Karena kita menganut sistim patrilinil, dianggap bahwa keadaan kekayaan keluarga. Adalah berkat doa tulang, dan dalam sejarahnya, tulanglah yang menumpangkan tangan ke kepala berenya waktu mendoakannya pada saat memberikan paroppanya. Tidak Jarang terjadi, bahwa silaki ketemu jodoh seorang istri yang berpenghasilan bagus atau mertua yang kaya raya, sehingga banyak dana yang dikeluarkan mertua demi keberhasilan anak mantunya termasuk dalam membangun rumah. Bagi orang Batak, mempunyai keyakinan secara adat bahwa itu juga berkat doa tulang sehingga berenya dapat jodoh yang demikian. Segala bantuan yang diterimakan anak mantu sesungguh adalah Kasih terhadap anak (holong marnianakkon) Diperantauan ini menjadi alas an untuk menhadapkan tudu-tudu ni sipanganon kepada hula-hula sepertinya tidak ada lagi peran tulang dalam hal acara yang demikian.
2. Sian sejarahna, Tulang yang memberikan bahkan merancang bentuk kuda-kuda dan atap rumah yang akan dibangun oleh berenya, dengan keyakinan, adalah doa tulang kepada penghuni rumah tersebut yaitu berenya dan keluarga. Dalam memasuki rumah yang demikian, walaupung pihak tulang memberikan ulos, penghuni rumah tidak diharuskan untuk memberikan situak na tonggi kepada pihak hula-hula atau tulang. Bagi orang Batak Pantang untuk mengeluarkan apapun dari dalam rumah kalau acara, “manuruk, Mangapi-api I, memasuki bagas”
“Mangoppoi Bagas” Mangoppoi bagas, adalah sifat pesta memasuki rumah baru, harus mangaliddakkon na gok. Sifat pestanya adalah horja. Proses mulai membangun sama seperti mamasuki bagas. Semua hula-hula memberikan ulos dan harus dib alas dengan situak na tonggi. Daging tidak boleh namarmiak-miak harus sigagat duhut. Rumah yang dioppoi tidak boleh dijual, dan menjadi pusakko bagi keturunannya.
Catatan: Rumah yang dibeli jadi, tanpa merobah\renovasi sebagian dari rumah, tidak ada acara mamasuki, hanya sebagai pemberitahuan kepada sesama family agar mereka tau alamat kita kemudian.
Dengan mengatahui rumah yang dioppoi, maka kita tidak perlu mangoppoi rumah di perantauan/Jakarta, karena adanya perobahan peruntukan lahan atau ada kemungkinan di gusur.(br)

Jumat, 20 November 2009

PEMAHAMAN ADAT BATAK

SIAPA YANG BERHAK ATAS RUMAH WARISAN ?
Oleh
Op. ni So Tarjua Ro Berkat


Sering menjadi persoalan di dalam bersaudara, seiring dengan sepeninggalnya orang tua. Persoalan ini, selalu terwarisi hingga sekarang. Orang tidak berani memberikan sesuatu yang pasti dari segi hukum adat. Kalau pun ada secara pribadi, belum tentu diterima oleh yang bersangkutan, Hukum adat pun tidak ada yang secara tegas menunjuk, siapa yang berhak atas rumah peninggalan orang tua. Mungkin kalau rumah peninggalan orang tua cukup kebagian satu per satu tidak menjadi masalah.

Di Samosir kebiasaan yang dipakai sebagai dasar petunjuk yang berhak mewarisi rumah, adalah, apabila orangtua laki meninggal, maka adek-adek dari anak tertua disebut, “ndang matean ama hamu. Adongdo abang mu ganti ni ama di hamu…..” bahwa pewaris tahta kerajaan adalah yang tertua. Maka rumah sebagai istana, jatuh kepada pewaris tahta. Itulah alasan di sana bahwa rumah harus kepada anak laki-laki tertua, yang melanjutkan kerajaan ayahnya.

Di luar wilayah Samosir, kepemilikan rumah warisan,sering menjadi masalah di antara kakak ber adik sebagai ahli waris, karena yang sering disaksikan orang, yang menempati rumah warisan adalah anak yang paling bungsu. Sehingga orang-orang yang menyaksikan itu, mengklaim bahwa aturan adat, mengharuskan yang berhak atas rumah warisan adalah anak yang paling bungsu. Secara depakto, memang sudah demikian kebiasaan yang dilakukan oleh pendahulu kita. Hal ini terkait dengan masyarakat yang menganut konsep “manombang” atau “marimba”. Masyarakat yang demikian memikirkan bagaimana kelak akan “pajaehon anak. Maka dimana daerah yang masih luas untuk di garap, masyarakat akan berbondong-bondong ke sana dengan harapan bisa mendapatkan tanah yang lebih luas agar bisa melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yaitu pajaehon. Sebab konsep harajaon sudah ditinggalkan di tanah lelehurnya. Mereka hanya memikirkan, bagaimana anak-anaknya bisa mendapatkan sebidang tanah untuk perumahan dan kebun untuk bertani, maka perlu mangarimba atau manombang. Belakangan muncul trend merantau, namun tetap dalam konsep manombang, maka kita kenal hingga sekarang daerah daerah Bamban, Bimpot, Percut, dan terakhir Pulo Raja di Sumatera Timur. Kemudian masyarakat atau secara pribadi merantau dengan mengandalkan ilmu dan kemampuan, untuk bekerja secara menetap di kator atau di perusahaan, seperti kita sekarang ini. Konsep mangarimba di tinggal abis.

Kemudian muncul pemikiran hak atas tanah leluhur sebagai tanda daerah asal, yang sudah ditinggal untuk merantau mencari penghidupan yang lebih layak, dibanding dengan mengolah tanah warisan orang tua yang tidak begitu luas dan tidak akan mungkin untuk menghidupi sekian keluarga kakak ber adik.

Secara dejure memang benar, bahwa pemindahan hak atas tanah dan rumah warisan orang tua belum pernah terjadi. Sehingga wajar kalau kemudian perantaupun berhak menuntut haknya. Disinilah muncul persoalan “Siapa Yang Berhak Atas Rumah Warisan?”

Kita harus berpikir jernih melihat persoalan ini, sehingga di kemudian hari, persoalan keluarga semacam ini bisa diselesaikan dengan jelas dan jernih. Jatuhnya kepemilikan rumah warisan kepada anak bungsu, bukanlah didasari oleh adat Batak, tetapi didasari oleh pembagian akibat kebiasaan pajehon anak tadi.
1. Setelah anak tertua menikah, maka orang tua mendirikan rumah dan sebidang tanah sebagai Panjaean.
2. Demikian pula anak ke-2, ke-3, ke-4 dst.
3. Tiba saatnya anak yang paling bungsu menikah, tidak ada lagi sebidang tanah untuk dibangunkan rumah, demikian pula tanah sebidang untuk diolah. Tinggal rumah yang ditempati oleh orang tua, dan sebidag tanah kebunnya, maka didorong oleh rasa keadilan, maka rumah dan tanah yang merupakan bagian dari orang tua itu diserahkan kepada anak bungsunya, tetapi dengan syarat, selama orang tuanya hidup mereka tinggal serumah dan hidup dari tanah yang masih dikuasai oleh orang tua.
Perkembangan perjuangan dan trend dalam satu keluarga selalu berobah mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Pesoalan jatuh nya rumah warisan akan berbeda. Belakangan orang berani berkorban untuk memajukan saudaranya dalam hal menuntut ilmu di sekolahan. Maka anak tertua tadi dengan penuh kesadaran akan kemajuan jaman, maka dia bersama istrinya, membantu orang tua untuk menyekolahkan adek-adeknya, bahkan menjual sebahagian tanah untuk menyekolahkan adek-adeknya ke perguruan tinggi. Bukan persoalan berhasil atau tidak di dalam sekolahnya, tergantung pribadi yang disekolahkan. Tetapi yang mau kita lihat, adil tidaknya pemikiran seseorang didalam satu keluarga terhadap warisan seorang orang tua. Kalau kita katakan bahwa aturan adat, yang berhak atas rumah warisan adalah anak bungsu, lalu untuk yang tertua, yang sudah bersusah payah membantu orang tua, bahkan rela untuk tidak mendapatkan apa-apa asal adek-adeknya sekolah. Yang menjadi pertanyaan, apakah penetapan menurut adat tadi tetap benar?
Persoalan lain adalah dengan sekuat tenaga, orang tua banting tulang bekerja untuk mendapatkan uang demi menyekolahkan anak-anaknya, dari yang tertua hingga kepada anaknya yang bungsu. Orang tua tidak memikirkan lagi sebidang tanah untuk yang tertua, kedua, ketiga dst. Karena warisan itu sudah ditukarkan oleh orang tua dengan pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah. Lalu pertanyaan timbul kembali, siapakah yang berhak atas rumah peninggalan orang tua mereka? Masihkah kita katakan menurut adat? Lalu siapakah ahli adat batak yang merekomendasikan bahwa si bungsu yang berhak atas peninggalan orang tua? Atau buku berjudul apakah yang mengatakan demikian sebagai refrensi pernyataan tersebut? Tidak ada yang bisa menjawab, dan tidak ada yang bisa menunjukkan bukunya. Lalu kenapa ada pernyataan demikian? Tidak lain adalah karena melihat suatu momentum yang menjadi monumenatal sampai sekarang di dalam satu keluarga yang hidup dalam konsep mangaribba atau manombang. Menurut penulis, yang paling adil adalah menjadi milik bersama terhadap rumah warisan, yang lainnya dibagi bersama secara adil dan merata.(rb.14)

PEMAHAMAN ADAT BATAK

PANGKATAION DI ULAON UNJUD PERKAWINAN**
(KALIMAT-KALIMAT MARHATA SINAMOT)

Setelah pengantin, keluarga, para undangan dan hula-hula kedua belah pihak pengantin sudah lenkap didalam ruangan, dimulailah acara.
1. Makan bersama
Untuk memulai makan, maka protokol memimpin acara, saling memberikan tudu-tudu ni sipanganon. Sampai selesai pembagian jambar.
♂ rodo hami pamoruan mu tu jolomu, pasahathon tudu-tudu ni sipanganon na tabo. Molo tung songoni pe naboi pasahaton nami, on dope rajanami nadapot gogo nami. Tangiangkon hamu hami parboruon muna on asa tusi hami mangalakka sai disima dapot pangomoan, asa boi sogot, umbalga pasahaton nami nalao palashon rohamuna.
Songoni pe naboi hupasahat hami tuhamu, las ma rohamu manjalo.Botima!
♀ Suang songoni ma nang hami. Dosdo nakkokna dos tuatna. Nunga hujalo hami tudu-tudu ni sipanganon
na tabo sian hamu, hami pe antong pasahaton nami ma tu hamu dekke simudur-udur. Asa mangundurhon nauli, mangundurhon na denggan ulaonta dibagasan sadarion. Botima!
(Doa makan dibawakan oleh paranak.) Setelah selesai makan, Pihak parboru menanyakan tudu-tudu ni sipanganon.
2. Pembagian Jambar
♀ Sai jolo niseat raut do ninna asa niseat hata. Nunga dipasahat hamu tudu-tudu nisipanganon tuhami, namanukkun mahami nuaeng tu hamu amang boru nami. Tarsongon dia ma baenonta on?
♂ Mauliatema rajanami. Ia naung hupasahat hami tu rajai, laos rajai ma na mangaturhon.Diama napatut sijaloon nami songon jambar taripar, las ma roha nami disi.
♀ Antong molo songoni amang boru dos ma rohanta. Tarsongon on ma ta baen: Satonga Parsanggulan, Satonga Somba-somba, satonga soit. Ima songon jambar taripar tu hamu amang boru!
(Didalam pembagian jambar, beberpa luat memberikan Osang secara utuh kepada tulang pengantin perempuan, di beberapa luat, osang dibagi dua, dan diberikan kepada boru dan bere hasuhuton. Demikian pula ihur-ihur. Di beberapa luat, ihur-ihur tinggal pada keluarga yang bolahan amak, sedangkan luat yang lain diserahkan kepada pihak pengantin perempuan sebagai ulak ni tandok).
♂ Mauliate ma rajanami, las ma roha nami disi.
(Tetapi sesuai dengan penjelasan di atas, pihak pengantin laki-laki dapat meluruskan tawaran pihak pengantin perempuan sesuai dengan luatnya)
Setelah pembagian jambar taripar sudah sah, masing-masing membagi jambar tersebut kepada
a. “Parsanggulan” tu hula-hula (di Toba), di Hubbang, “Osang” Tu tulang ni boru muli
b. “Somba-somba” diberikan kepada horong ni hula-hula
c. “soit” untuk dongan sabutuha, dohot tu dongan sahuta
d. “Parsanggulan” di Hubbang tu boru dohot bere. Di Toba, “Osang” do jambar ni boru dohot bere.
Sahat di son do ulaon ni protokol. Selanjutna dipasahat ma tu natua-tua asa nasida manontuhon nagabe raja parhata. Jala songonon ma hatana :
“ molo tinallik huling-huling, laos tarida holi-holi”.
“ Molo hahana marulaon, angginama nagabe panomboli “
Pinasahat ma tu hamu natua tua asa hamu namar dos ni roha, ise nagabe (raja panukkun) (raja pangalusi) di ulaonta on.
3. Marhata Sinamot
Dung simpul mangan, roma sukkun-sukkun sian par boru manang naung boi dimulai mangkatai. Pada umumna sai parboru do manukkun kesiapan ni paranak, naung boi manang naso boi dope mulaan.
Catatan : Biasana sebelum disukkun kesiapan ni paranak, nunga jolo marsipasangapann angka namarhaha anggi manang naise nagabe raja parhata.

a. Manukkun di lapatan ni sipanganon Masak
♀ Artia bona ni ari, sipaha sada bona ni bulan.
Asa takkas hita na mangkatai, pasahat hamuma Pinggan panukkunan.
♂ Alus ni Paranak
Nauli raja nami. Mangarade ma hamu, naroma hami pasahathon.(laos dipasahat ma pinggan panukkunan)
Dihatahon parboru ma pinggan panukkunan i
♀ Amanta raja dohot inanta soripada, takkas songon naung niidamuna, di jolo nami nunga sahat pinggan panukkunan, pinggan pasu, nahot dihundulan na. Hot ma pasupasu tajalo sian Tuhan ta.
Adong muse di bagasanna parbue pir,boras si pirni tondi.
Pir ma pokki, bahul-bahul pansalongan.
Pir ma tondinta tusi hita mangalangka disi ma dapotan pangomoan.
Boras si ribur-ribur, torop maribur ma pinompar ta huhut matangkang marjuara.
Di atasna adong napuran rata, napuran sirara uruk, hasoloman ni angka boru ni raja.
Napuran tano-tano ma rangging masi ranggongan, badan padao-dao anggo tondinta, tong-tong ma digonggom Tuhan.
Adong muse dibagasanna, ringgit sitio suara, ringgit na marmata, si palas roha ni amanta raja, na sinetak ni pamarentanta.
Las ma rohanta saluhutna, mamungka sadari on dinamangula ulaon ta hita,ditumpak asi dohot holong na sian Tuhanta.
(na jolo dohot do tango tango dibaen di atas ni pinggan panukkunan I, laos songonon ma hatana: adong muse diatas na tango-tanggo na marsaudara, mamukka sadari on lam tango ma partuturanta tu joloan ni arion)




b. Mandaulat sipanganon
Nunga bosur hita mangan, jala sagat marlompan juhut na tabo, Sir-sir dohot sirana, domu muse dohot asom na. Di bibir do dai na di tolonan do tabona. Jala sombu minum aek sitio-tio na tinahuan muna.
Sai pamurnas mai tu daging saudara tu bohi.
Si pasidak panaili, si paneang holi loja.
Bagot na marhalto ma na niagatan di robean.
Horas ma hami na manganhon, sai ditambai Tuhanta ma parsaulian dohot pasu-pasu na, dihamu na mangalehon.
Sai marakkup do nauli, mardongan do nadenggan.
Siakkup ni nauli,diama lakkat na dia ma unok na.
Dia ma hatana. Dia ma nidok ni sipanganon masak naung hujalo hami, takkas ma alusi hamu.
Paima so hu pasahat hami pinggan pangalusi, hubuat hami majolo tolu ringgit na marmata on, jala tinggal ma sada isi ni pinggan pangalusi. Asa sada hamu, si sada alus di namangalusi sukkun-sukkun nami. Hupasahat hami ma tu hamu.
♂ Alus ni paranak
Nungan hujalo hami Pinggan pangalusi, asa si sada alus hita saluhutna,disukkun-sukkun ni raja i.
Baris-baris ni gaja, di rura paraloan.
Molo manukkun raja, denggan mai oloan.
Molo ni oloan, dapot ma pangomoan.
Di naung manukkun rajai di sipanganon masak naung hupasahat hami. Raja nami !
Ritip jala hoppa, hotang pangarahutna.
Tung songoni pe na tupa, godang ma pinasuna.
Marbau tanduk, marbau holi-holi.
Godang sibutong-butong, otik sipirni tondi
Sai pamurnas ma tu daging, saudara tu bohi.
Sipasindak panaili, sipaneang holi-holi
Imatutu Rajanami songon nidok ni situa-tua,
Bagot na marhalto ma naniagatan di robean,
Horas ma rajai na manganhon,
sai ditambai Tuhan ma las ni roha dihami na mangalehon.
Anggo nidok ni sipanganon masak na hupasahat hami tu hamu, ndada sipanaganon dia I, Sipanganon panggabean parhorason do.
Botima !
c. Marhata sinamot
♀ Alus ni par boru
Mauliate ma amang boru! Sipanganon panggabean
parhorason do hape sipanganon masak na pinasahat mu tu hami.
Alai sai marakkup do nauli, sai mardongan do nadenggan.
Siakkup songon nahundul, sidongan songon na mardalan.
Ranting ni bulu duri, jait marjaihotan.
Siakkup ni nauli, dia ma sitaringotan?
Takkas ma paboa hamu.
♂ Alus ni paranak
Nauli raja nami
Asa takkas ma uju purba, takkas uju angkola
Asa takkas hita maduma, takkasan ma hita mamora
Si takkas ni nauli, takkas mai pinaboa.
Raja nami! Ia balga anak, pangolihononhon
Ia magodang boru, pahutaon.
Takkas songon naung binoto ni rajai, mamukka sian nasogot, dina taundurhon boru ni huriai tu bagas joro ni Tuhanta, ima boru ni rajai, dohot anak nami.
Laho manjalo pasusu pardongan saripeon sian Tuhanta marhite-hite naposona.
Jala naung gabe sada keluarga nasida di tonga-tonganta, ima anak nami nagabe helamu dohot boru mu na gabe parumaen nami.
Oppu raja di jolo, martukkot siala gundi
Adat pinukka ni oppunta napajolo ihuthonon ni hita parpudi.

Alani I songon naung masa taulahon, Raja nami, laos dison ma pasahaton nami tu hamu sinamot na gok, songon somba niadat nami tu hamu. Botima !
♀ Alus ni par boru
Mauliatema amang boru, na pasangaphon hami do hamu hape di sipanganon masak nahu jalo hami sian hamu, di somba ni uhum dohot somba ni adat, sial naung gabe parumaen mu ima boru nami jala anak mu na gabe hela nami. Songon pando ni situa-tua ma dohonon nami tuhamu;

Pitu lili nami, pa ualuhon jugia nami.
Nauli antong nipinami, gohan muma hajut nami.
Ndada talu mangido hami amang boru binsan naung ditaringoti hamu naeng pasahat somba ni adat ni boru nami hamu tu hami.

Barita ni lappedang, mardakka bulung bira. Barita ni hamoraon mu, sir-sir sahat tu dia

Aha pe nahu pangido hami, mamereng sinadongan mu,ndada pola sadia.

Piga bara ma lombu, horbo, dohot dorbia nasing,
Piga ma hoda asa pintor adong dalan ni angka amanta raja lao mulak,
Piga rante mas asa pintor dipangke angka inanta soripada.

sadia godang ringgit namarmata, perak, dohot angka na asing, songon somba ni uhum dohot somba ni adat mu tu hami.

Songon I ma pangidoan nami. Botima!
♂ Alus ni Paranak
Toho do angka nani dok ni rajai lobi sian idope nian pasahaton nami tu hamu. Jala napantas do pangidoan munai, pasahaton nami tu hamu. Didok situa-tua;
Songon na mandanggur tu julu do,
namangalehon tu hula-hula
Habang asisoit songgop tu toru bara,
unang dok hamu hami naholit, silehonon nami do soada.
Ndang tutukan batu, dakdahan simbora.
Ndang tuturan datu ajaran na marroha

Anak ni raja do hamu, Pinompar ni namarroha.
Ndada gulut di arta, ndang gulut disihumisik.
Partataring naso hea mintop, partamue naso ra suda
Na elek marboru, nasomba marhula-hula.

Raja nami, haburjuon munai do nahupangasanon hami, umbahen na barani hami manariashon sidohonon nami. Raja nami, tapasada ma sude pangidoan ni rajai dibagasan ringgit na marmata, natinongos ni pamarentanta, ima hodana, ima lombuna, ima dohot mas, perak dohot angka naasing, jala sisahali mangelek mahami tuhamu dibogasan sinamot na gok.
Botima !
♀ Alus ni par boru
Nauli ma amang boru!
Alai andorang so hu oloppon hami pangidoan munai, lean hamu satongkin tingki tu hami.
♂ Alus ni paranak; Na uli raja nami!
♀ Alus ni par boru
Dihita saluhutna, naung ta paihut-ihut pangkataion, di hita na mardongan tubu, boru dohot bere, tar lumobi ma di hamu horong ni hula-hula nami di namangido parboruon nami rajani ………………(marga ni paranak) asa si sahali manelekhon nasida disomba ni uhum dohot somba ni adat, asa ta alusi pangidoan nasida i. Hupasahat hami majolo

Tu Raja ni boru nami!
Sitolopi nauli nadenggan ma hami di dos ni roha ni rajai. Botima sian hami boru.

Pinasahat ma tu haha anggi!
Hajutmu do hajut hu,tandokmu do tandokhu
Alusmu do alushu, pandokmu do pandok hu.
Alusi damang ma si sada hata mahita!
Dihamu horong ni hula-hula nami,(digoari ma margana mulai sian hula-hula bona ni ari sahat tu hula-hula anak manjae)dijolo hamu siaduon, dipudi hamu sipaimaon, ditonga-tonga hamu nagabe raja paniroi.
Ditong-tonga nami ma hamu nuaenga rajanami asa tiroi hamu hami andorang so huolophon hami dope na sisahali mangelekhon nasida sinamot ni ibeberemuna.
Hupasahat ma tu hamu horong ni hula-hula nami!
Alus ni horong hula-hula

Nunga hubege hami hamu namasi alusan,
Tung mansai uli do dos ni roha muna,
Sidohonon nami tu hamu;
Balintang pagabe tumundalhon sidoan,
Ari mu do gabe molo olo hamu masi paolo-oloan
Botima!

Lata pe nalata, duhut-duhut do sibut-buton,
Hata pe dipahata angka amanta raja,
Alus ni hasuhuton pe tong do begeon.
Pinasahat ma tu suhut bolon!
Alus ni hasuhuton

Nunga hupasahat hami ulaon on tum hamu haha doli/anggi doli, laos hamu ma na mamutushon.
Botima!

Nungan dibege hamu amang boru! Alus sian mulai raja ni boru nam, pariban mu, sahat tu hula-hula nami, sian I botoon mu do naburju dohami marboru.

Asa takkas ma uju purba, takkas ma uju angkola.
Takkas ma buhul muna, takkas ma di bilanganna.
Sipasahaton muna, tu hula-hula muna.
Asa takkas hamu maduma, takkasan ma hamu mamora.
Anggo pangidoan munai huolophon hami mai! Botima.

♂ Alus ni paranak
Mauliate ma rajanami malambok pusu. Nunga pos roha nami manariashon sidohonon nami. Alai andorang so hudok hami bilang-bilanganna, asa lean hamu tikki satongkin tuhami.

♀ Alus ni par boru; Nauli amang boru!
♂ Dilanjuthom paranak
Dihita saluhutna, na mardongan tubu, boru dohot bere, tar lumobi ma di hamu horong ni hula-hula nami di nanaung dioloi hula-hulanta rajai………………(marga ni parboru) pangidoanta sisahali mangelekkon hita di somba ni uhum dohot somba ni adat, atik adong dope tamba ni naung tahatai di sibahenonnta tu raja i. Hupasahat hami majolo tu Raja ni boru nami!
Alus ni boru

Sitolopi nauli nadenggan ma hami di dos ni roha ni rajai. Botima sian hami boru.

Pinasahat ma tu haha anggi!
Alus ni hah anggi

Hajutmu do hajut hu,tandokmu do tandokhu
Alusmu do alushu, pandokmu do pandok hu.
Alusi damang ma si sada hata mahita!
Dihamu horong ni hula-hula nami,(digoari ma margana mulai sian hula-hula bona ni ari sahat tu hula-hula anak manjae)dijolo hamu siaduon, dipudi hamu sipaimaon, ditonga-tonga hamu nagabe raja paniroi.
Ditong-tonga nami ma hamu nuaenga rajanami asa tiroi hamu hami andorang so huhatahon hami dope bilang-bilang ni sinamot nanaeng pasahaton nami tu dongan saparhundul mu hupasahat ma tu hamu horong ni hula-hula nami!
Alusni hula-hula paranak
Nunga hubege hami hamu namasi alusan,
Tung mansai uli do dos ni roha muna,
Sidohonon nami tu hamu;
Balintang pagabe tumundalhon sidoan,
Ari mu do gabe molo olo hamu masi paolo-oloan
Botima!

Lata pe nalata, duhut-duhut do sibut-buton,
Hata pe dipahata angka amanta raja,
Alus ni hasuhuton pe tong do begeon.
Pinasahat ma tu suhut bolon!
Alus ni hasuhuton
Nunga hupasahat hami ulaon on tum hamu haha doli/anggi doli, laos hamu ma na mamutushon.
Botima!
Nungan dibege hamu raja nami! Alus sian mulai raja ni boru nami, sahat tu hula-hula nami dongan sahundulan mu.
Tung hansit do tangan mandanggurhon nasoada. Nunga sude namboru muna on paruarhon simpananna asa anggit tung umbalga pasahaton nami tu hamu, inama gokna.
Sitakkas ni bilangbilanganna siapasahaton nami tu hamu godang na Rp 150 jt (Sitombol, Rambu Pinudun sitombol, diluar ni panandaion dohot todoan) disima mas na, disi hodana, disi nang dorbianan, las ma rohamu manjalo. Boti ma!
♀ Alus ni par boru
Mauliate ma amang boru! Di bilang bilang ni sinamot nagok sipasahaton mu, songon somba ni uhum, somba ni adat mu tu hami.
Dihita saluhutna raja ni boru, raja ni dongan tubu, ale-ale, raja ni dongan sahuta, lumobi di hamu horong ni hula-hula nami, takkas songon naung tabege sinamot nagok sijalooan ta sian borunta, godang na Rp 150 jt. Dos ma rohan ta tahalashon mai.
Antong di hamu par boruon nami nunga rade hami lao manjalo pasahat hamu ma.
♂ Alus ni paranak
Mauliate ma raja nami, mangarade ma hamu roma hami pasahathon sinamot nagok
Udurma paranak mamboan sinamot (hepeng) di atas ni piring namarisi boras.
Parjolo ma dipasahat tu raja, baru pe asa tu hasuhuton. Ihut tusi laos mardalan ma panandaion tu suhi ni ampang na opat dohot tu angka na asing.
Naporlu di suhut par boru dohot paranak, ima di tingki pasahat upa tulang dohot tikting marakkup.
Pasahathon Upa Tulang.
Par boru manogihon paranak tu tulang ni namuli. Lao pasahathon upa tulang, songo on ma hatana.
Raja nami nunga hupasahat hami sinamot na gok tu rajai par boruon muna songon sinamot ni ibebere ni rajai godang otikna sian sinamot I hupasahat hami tu hamu lasma rohamu manjalo, jala tangiangkon hamu ma ibeberemu ima anak nami dohot parumaen nami. Asa gabe rumatangga na denggan, sitiruon jala nagok las niroha.Botima!
Pasahathon tikting marakkup
Par anak manogihon par boru tu tulang ni pangoli, lao pasahathon tikting marakkup. Songon on ma hatana.
Hot pe jabu I, hot margulang-gulang.
Tudia pe berei mangalap boru hot doi boru ni tulang.
Onpe di hamu dongan sahundulan nami maradophon pamoruonta marga . . . . . (margani paranak) nunga sisada boru hita maradophon nasida.otik godangna sinamot ni borunta naung hujalo hami saotik sian I hupasahat hami tu hamu. Asa molo ro nasida tubagasta gabe boru . . . .(margani tulangni pangoli)...ma borungki di jolo muna asa sida ajar hita dohot sisada poda tu kelurga na baru on, botima.
(Naeng ma nian hasuhuton langsung manghatahon on)

Catatan: Ditikki napasahat upa tulang, laos disima dipasahat hasuhuton piso-piso/situak natonggi tu horong ni hula-hula.
Ditikki pasahathon tikting pakkup, laos disima dipasahat hasuhuton piso-piso/situak natonggi tu horong ni hula-hulana.

Dung sidung dipasahat sude jambar hepeng dohot panandaion, dipasahat ma pangkataion tu paranak.
Mauliate ma raja nami! Di naung simpul hupasahat hami tu hamu sinamot nagok dohot angka panandaion pos situtu roha nami di pangidoan nami. Dos nakkon dohot tuat na, asa tangiangkon hamu ma hami rodi sude uduran nami marhite ulos herbang songo nima pangidoan nami raja nami!
♀ Alus ni par boru
Pos rohamu amang boru! Sude do hamu ulosan nami.
Aek natio do hami na riong-riong di pinggan pasu,
Hula-hula naburju do hami na gir-gir mamasu-masu.
Alai molo so sude pe hamu dapot ulos herbang,
Anggo ulos tinonun sadari pasahaton nami do tu hamu.
Mangarade ma hamu asa ro hami pasahathon.
(adong do naikkon di hatahon bilang-bilangan ni ulos, alai adong do saling porsea tu naung dihatai di na marhusip)
Najolo, marakkup-akkup do jambar hepeng dohot ulos ndang songon nuaen tung mansai rarat do nunga par jambaran naterjemhkan tu panandaion. Molo tung adong naharus dapot ulos alai ndang tarida di ulaon i, di jabu do dipasahat ulos i.

Dung sidung di pasahat ulos tohonan, mardalan ma ulos holong tu pengantin. Jala di namangulosi pengantin pe tong do nadapotan jambar tohonan di ulaon i.
1. Namar haha anggi sian suhut par boru dohot boruna.
2. Dongan sabutuha ni par boru dohot boruna
3. Dongan sahuta dohot ale-ale
4. Horong ni hula-hula ni par boru
5. Horong ni hula-hula ni paranak
Asa mangorui partikkian, nunga dipamasa halak ditikki namangulosi, laos disi ma didok angka hata sigabe-gabe, lumobi horong ni hula-hula.
Usul: diangka ulos holon, nung dumenggan di koordinir asa di hepenghon songon dalan mangurupi tu pengantin. Tunggodang pe ulos daponasida tongdo lao jualona di bawah harga. Molo di hepenghon ulos i dohot arga ni ulos na ummura, ra nunga manolong pengantin hita dikesulitan parhepengon.
Dung sae marhata sigabe-gabe, laos diuduti mamuse tikkir tangga dohot paulak une (istilah di pangarantoan ulaon sadari. Nunga dipatorang di jolo, taringot tu ulaon sadari)
Na porlu si pahaman di ujung ni ulaon, I ma ditingki mangolophon sude naung diulahon (mambagi olop-olop) asa unang ma dohot angka dakdanak na manjalo. Olop-olop I, ima sada tanda pertanggung-jawaban sian sude na manjalo. Molo tung adong persoalan sogot di ripe na imbarui, ikkon na manjalo I ma na gabe saksi dohot na paturehon persoalan ni ripe na imbaru I songon tanggung jawab dibagasan hukum perakawinan adat batak. **





Are you care to your culture • • • • • • • ?
Let’s to be come Bataknis
Don’t to be “HALAK HITA”

PEMAHAMAN ADAT BATAK

PEMAHAMAN ADAT BATAK**


Berbicara tentang adat, maka kita berbicara mengenai aturan (role), oleh sebab itu pemahaman adat identik dengan pemahaman aturan. Di dalam sejarah kehidupan manusia, segala aktivitas manusia tidak terlepas dari aturan, yang kita sebut norma.
Pelanggaran terhadap suatu aturan atau norma, akan mendapatkan sanksi hukum (punisment) ada hukuman moral dan ada hukuman fisik. Di dalam aturan adat, yang paling dominan adalah norma. Pelanggaran atau kesalahan mengikuti norma, maka pertanggungjawabannya adalah moral.
Tujuan memahami aturan/norma adat adalah untuk menghidarkan sanksi moral didalam diri orang yang melanggarnya terutama kalau orang tersebut adalah raja adat. Bagi orang batak, peristiwa adat yang muatan normanya sangat kompleks adalah adat perkawinan dan adat orang meninggal. Hampir semua aspek kehidupan orang batak berdampingan dan bahkan menyatu dengan adat. Acara-acara adat yang demikian adalah;
1. Acara bulan ke-7 kehamilan I seorang ibunya (Nujubulanan)
2. Acara Kelahiran (Esek-esek)
3. Acara pemberian nama (baptis)
4. Acara kedewasaan (Sidi)
5. Acara perkawinan
6. Acara kematian
7. Acara menempati rumah baru, dll.
Semua acara tersebut di atas mempunyai aturan atau norma pelaksanaannya. Pelanggaran terhadap norma tersebut akan berakibat sanksi moral yang datangnya dari orang yang mendengakan dan melihat perlakuan adat yang di pandu oleh seorang yang disebut raja adat, seperti “ndang diboto adat” dan beban moral sebagai tanggung jawab terhadap generasi muda.
Banyak hal yang harus kita jaga di dalam pelaksanaan adat pada setiap acara di atas.
Acara 1.- 4 biasanya dilaksanakan sendiri oleh keluarga yang bersangkutan. Di dalam koridor adat, acara yang lain, pada umumnya harus memakai orang lain yang semarga (dongan sabutuha/kahanggi) disebut “Raja Adat”
Siapakah Yang Disebut Raja Adat
Raja Adat, adalah orang yang donobatkan oleh satu marga di dalam suatu wilayah, yang menguasai dan memahami tatanan dan aturan pelaksanaan adat serta memiliki sifat dan perilaku sbagai berikut:
- Raja adat adalah orang yang memahami aturan/adat.
- Raja adat adalah orang yang komit dengan adat dan marga
- Raja adat adalah orang yang cepat tanggap pada situasi pembicaraan diplomasi
- Raja adat adalah orang yang sabar
- Raja adat adalah orang yang bersikap, berbicara, tingkah laku sopan dan panutan
- Raja adat adalah orang yang kuat dalam pendirian, tegas dalam mengambil keputusan, tetapi tidak otoriter.
Yang Perlu Dipahami
- Nuju bulan; Saat pertama sekali seorang ibu akan melahirkan seorang bayi pertama, waktu umur ke-7 bulan atau lebih didalam kandungan, orang tua dari perempuan membuat acara 7 bulanan. Disebut dalam istilah adatnya, “manaruho aek ni utte, mambosuri, manggirdak, mangalehon ulos mula gabe, manaruhon tinaru”. Dalam acara ini, kedatangan orangtua perempuan tidak begitu diutarakan kepada hela/mantu. Kalaupun ditanya keberadaan mereka dirumah, hanya untuk kepastian ada tidaknya mereka dirumah pada hari yang sudah ditentukan.
Ada sebagian yang memberitahukan secara resmi dan meminta kepada helanya agar disambut dengan acara adat juga, menyediakan tudu-tudu ni sipanganon.
Catatan: norma memberikan sipanganon tu hula-hula, kalau bukan acara keluarga mis: masuk rumah., tardidi. dll.
Harus di antar ketempat hula-hula, sedangkan acara ini adalah acara orangtua perempuan kepada anaknya yang baru pertama kali akan melahirkan.
- Esek-esek
Acara ini adalah acara makan-makan sebagai pesta kecil-kecilan dalam bentuk syukuran keluarga yang lahiran seorang bayi. Yang diundang makan adalah para tetangga dan keluarga kandung yang dekat dalam arti tempat. (haroan)
- Mangalap goar/ mangampehon goar.
Acara ini adalah bentuk pesta kecil-kecilan karena anak bayi diberi nama. (bagi orang Kristen dibaptis di Gereja) Acara ini merupakan cara memberitahukan nama si bayi supaya orang tahu memanggil namanya.
- Pabangkit hata (melamar)
Adalah acara pelamaran orangtua laki kepada orangtua perempuan dengan atas dasar, si laki sudah sepakat dengan si perempuan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih pasti. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian prosesi perkawinan
- Hori-hori dingding
Merupakan rangkaian lanjutan acara pabangkit hata. Acara ini cenderung sebagai penjajakan linkage antara kemampuan orang tua laki dengan keinginan orangtua perempuan, apabila hubungan tersebut dilanjutkan kepada pesta perkawinan. Acara ini dilaksanakan secara rahasia oleh saudara prempuan orangtua laki-laki dengan saudara perempuan orangtua perempuan. (acara imformal)
- Patua hata
Acara ini merupakan lanjutan pabakkit hata dan hori-hori dingding yang setingkat lebih tinggi kepastiannya. Acara ini menyatakan bahwa hubungan si anak dengan siperempuan bukan hubungan terbatas antara kedua belah pihak tetapi sudah melebar hingga kepada yang berkompeten. Pada saat sekarang acara ini sudah disatukan dengan acara parhusipon. Kalau acara ini tersendiri didalam proses rencana perkawinan, maka acara patua hata, sudah membawa konsep ancang-ancang waktu, marhusip, jumlah undangan, tempat pesta, jumlah sinamot, bentuk ulaon dan sebagainya agar pada acara marhusip semua sudah matang (all ready for go on).
- Marhusip
Acara marhusip adalah acara pematangan ancang-ancang menjadi konsep ke jenjang marhata sinamot. Didalam adat batak, dalam membicarakan sesuatu yang akan pasti harus terbuka di antara dalihan natolu. Materi yang dibicarakan di dalam marhusip, sama persis dengan yang dibicarakan dalam acara marhata sinamot. Keterbukaannya adalah menjadi perbedaannya antara marhusip dengan marhata sinamot. Makanya disebut bisik-bisik yang keras karena belum terbuka pembicaraan tersebut dengan dalihan natolu. Bisik-bisik di dalam hal ini adalah, adanya salah satu komponen dalihan natolu yang belum mendengar isi pembicaraan. Yaitu hula-hula kedua belah pihak.
Apabila hula-hula kedua belah pihak ikut serta dalam pembicaraan itu, maka parhusipon sudah masuk pada acara marhata sinamot. Pinggan panukkunan sudah harus berjalan, jambar dan situak natonggi serta piso dan upa tulang. Pada pesta unjut hanya menyelesaikan piso dan parjambaran yang belum terlaksana.
Kalau marhata sinamot sudah berjalan, maka tinggal pelaksanaan pesta unjut.
Catatan. Di sebahagian marga dan luat acara marhusip ditiadakan. Konsep yang sudah disepakati pada acara patua hata langsung dibawa ke acara marhata sinamot sekaligus pesta unjut.
- Todoan.
Todoan adalah merupakan hak seseorang untuk menerima sejumlah uang, barang atau ternak dari mertua seorang putrid pada waktu pernikahan*). Di tano rambe, todoan ini sebagai permintaan khusus dari Ibu yang melahirkan pengantin perempuan yang harus dipenuhi oleh orang tua pengantin laki-laki. Sebagai imbalan dari todoan, orangtua dari perempuan harus memberikan “ulos” yang disebut ulos todoan. Todoan ini hendaknya kita lestarikan sebagai Ciri Khas Adat Rambe
Bentuk Ulaon
1. Alap Jual.
Alap jual adalah bentuk ulaon perkawinan dimana yang menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesta perkawinan di kerjakan oleh keluarga perempuan (Bolahan Amak). Pihak keluarga laki-laki tinggal datang dan membawa uang sesuai jumlah yang telah disepakati pada saat marhusip atau patua hata. Setelah selesai pesta. Pengantin perempuan di boyong ke rumah pengantin laki-laki.


2. Taruhon Jual
Adalah bentuk pesta perkawinan di mana yang menyediakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pesta dilaksanakan oleh pihak pengantin laki-laki (Bolahan Amak). Pihak pengantin perempuan datang untuk melaksanakan pesta (manaru boru) dan akan menerima dan memberikan segala hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang sudah disepakati, didalan acara patua hata atau marhata sinamot.
Kedatangan pihak pengantin perempuan disambut oleh keluarga pengantin laki-laki. Sedangkan pada pesta alap jual, keberadaan pihak pengantin perempuan sudah ditempatnya/dihalamannya maka tidak ada lagi penyambutan terhadap pihak par boru.
3. Sulang-Sulang Pahompu/Manggarar Adat
Adalah bentuk pesta adat yang dilaksanakan suami istri, karena pada saat perkawinan mereka disebut Mangalua (Kawin Lari). Bentuk perkawinan seperti ini sangat dihindari oleh orang Batak. Perkawinan semacam ini adalah karena sesuatu dan lain hal terpaksa dilaksanakan. Walaupun dengan resiko meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Disebut sulang-sulang pahompu karena adat tersebut dilaksanakan setelah suami istri sudah punya anak. Disebut manggarar adat karena perkawinan yang mereka lakukan mendahulukan lembaga perkawinan dan membelakangkan pelaksanaan adatnya. Adat tersebut menjadi hutang yang harus dibayar. Manggarar adat pada umumnya bentuk adat yang dilaksanakan sebelum suami istri yang kawin lari mempunyai anak.
Catatan :
Bagi penulis bentuk ulaon yang seharusnya menjadi patokan adalah Taruhon Jual. Hal ini didasarkan pada:
1. Ungkapan atau konsep perkawinan bagi orang batak yang menyatakan “Balga anak pangolihononkon, ia magodang boru pahutaon”
2. Mantu perempuan bagi orang batak, berfungsi “patimbohon parik” bagi pihak laki-laki. Sehingga pantas lah pihak laki-laki bersukacita dalam mempersiapkan pesta.
3. Alap jual, merupakan perlakuan pesta yang mengalami banyak rekayasa atau kebohongan publik.
4. Bagi perkawinan mangalua, sebelum berbicara mengenai adat nagok, keluarga paranak, harus melaksanakan adat panuruk-nurukon kepada keluarga par boru.

Suhi Ni Amppang Na Opat
Suhi ni amppang na opat, sering disamaratakan dikeluarga pengantin laki-laki dengan dikeluarga pengantin perempuan. Apasaja suhi ni amppang na opat bagi Pihak Paranak?
a. Suhut Pangamai
b. Haha ni Pangoli
c. Iboto ni pangoli/Sihutti Appang
d. Tulang ni pangoli / sijalo tikting marakkaup
Suhi ni Appang na opat bagi pihak par boru adalah
a. Suhut Pamarai
b. Simandokkon/ iboto ni namuli
c. Pariban
d. Sijalo upa tulang/ Tulang ni boru muli
Satu hal yang perlu kita pahami mengenai Upa Tulang dan Tikting Marakkup.
Upatulang adalah sejumlah uang dari sinamot yang diterima yang harus diserahkan orang tua dari penganting perempuan kepada tulangnya pengantin perempuan. Besarnya upa tulang, sesungguhnya adalah menurut perhitungan X : 2 = ½x : 3 Besarnya hasil pembagian itulah yang diserahkan kepada tulangnya pengantin perempuan. Jaman dahulu merupakan ke harusan. Berdasarkan itulah suhut takut untuk me-mark up sinamot kalau hanya untuk di dengan khalayak.
Tikting atau cincin marakkup
Adalah besarnya jumlah uang yang diambil dari sinamot yang diterima yang harus diberikan oleh orang tua dari pengantin perempuan Kepada tulangnya pengantin laki-laki biasanya ½ dari jumlah upa tulang. Pemberian ini ada kaitannya dengan namanya Tikting atau tittin marakkup. Bagi sebagian daerah disebut Tikting Marakkup, adalah pemberitahuan (Tikting = Warta) kepada tulang dari hela bahwa berenya sudah menjadi hela, sama artinya dengan bere. Sehingga mulai pada saat itu kedudukan mereka terhadap marga helanya adalah sama. (Hot pe jabu I, hot do I margulang-gulang. Tudia pe berei mangalap boru, hot do I boru ni tulang).
Di lain daerah mengatakan “Tittin Marakkup” tittin (cincin) adalah pertanda antara dua pihak yang sama menggunakan cincin, bahwa mreka berdua sama kedudukannya terhadap keluarga pengantin laki-laki. Cincing yang dimaksud adalah sejumlah uang yang diberikan kepada tulangnya pengantin laki-laki.
Pinggan Panukkunan
Bagi orang batak mengatakan “Sai marmula do nauli, sai marmula do nadenggan”. Sebagai kepastian hukum bagi Raja Raja Adat, Natua-tua dan Khalayak, maka untuk memulai suatu pembicaraan resmi dikatakan, “Hesek mulani gondang, serser mula ni tortor, sise mulani hata” Setelah selesai makan, untuk memulai pembicaraan, maka pihak pengantin perempuan menanya keberadaan pinggan panukkunan sebagai kepastian hukum yang akan dibicarakan.
Pinggan panukkunan adalah sebuah piring berisi beras secukupnya, daun sirih 5 atau 7 lembar, uang empat lembar dan dulu, selalu disertakan sepotong daging (Tanggo-tanggo).
Piring (wadah), beras (kemakmuran), Daun sirih (kesegaran dan kesehatan prima), Uang (suka cita) dan daging masing-masing mempunyai makna dalam pembicaraan resmi pada adat perkawinan. Sebagai pendahuluan menghantarkan pembicaraan raja adat, isi pengantar tersebut harus berkaitan dengan semua isi dari pinggan panukkunan. Selanjutnya pembicaraan memasuki inti dari pesta adat. (Skenario Tanya jawab dalam marhata sinamot pada pesta unjut akan dipelajari dan menjadi inti pertemuan kita)
Tikkir Tangga/Paulak Une
Acara ini sebetulnya adalah acara yang sangat pribadi bagi kedua belah pihak dan dahulu acara ini sangat sensitive bagi pihak luar terutama paulak une. Itulah sebabnya acara ini dilaksanakan oleh yang bersangkutan (pengantin) dan orangtua pengantin laki-laki.
Kalau kita lihat pelaksanaannya, acara tikkir tangga dilaksanakan parboru kerumah paranak sebelum acara patua hata. Tujuannya adalah untuk mengetahui siapakah calon helanya di antara 7anak didalam keluarga nya? Bagi orang batak ada: anak hasudungan, anak bunga-bunga, anak na niain, anak na sinuanhon, anak pisang, anak gappang, anak hatoban. Kalau kedudukan calon helanya diantara 7 macam anak bagi orang batak tidak disukai oleg pihak par boru, maka hubungan pertunangan dapat dibatalkan tanpa ada yang dipermalukan.
Acara Paulak Une dilaksanakan minimal seminggu sesudah resmi menjadi suami istri. Tujuannya adalah memberitahukan secara tidak langsung bahwa istrinya adalah boru ni raja dan une atau tidak (perawan atau tidak). Konsekuensinya apabila si istri bukan gadis lagi, pertanda bagi orang tua perempuan, anaknya ditinggalkan dirumah orangtuanya. Pihak parboru harus rela anaknya kembali kerumahnya, walaupun itu menjadi aib* )
Berdasarkan keterangan di atas bahwa sesunggunya pesta perkawinan adat batak tidak mengenal istilah ulaon sadari. Kalau toh harus diadakan maka Tikkir Tangga dan Paulak Une diserahkan kepada kedua belah pihak untuk melaksanakannya kemudian.

Partuturon Sesama Rambe, merupakan komitmen antara keluarga Tuan Sumerham dengan Keluarga Raja Tuktung Pardosi, bahwa sesama Rambe pada nomor urut generasi yang sama, dipanggil abang kepada yang lebih dahulu lahir. Komitmen ini berlaku untuk litas ketiga marga Rambe Toga Purba, Rambe Raja Nalu, Rambe Anak Raja. Dan komitmen partuturon tersebut, menjadi komitmen generasi kita masa sekarang dan yanga akan datang.

ADAT BATAK DAN GENDER

PEMAHAMAN KONSEP BORU NI RAJA BAGI ORANG BATAK

Konsep-konsep sihabatahon yang di ciptakan pendahulu kita salah satunya “boru ni raja” Konsep ini mengingatkan orang Batak betapa terhormatnya seorang boru di dalam satu keluarga orang Batak. sejak jaman dahulu. sesungguhnya konsep-konsep tersebut, membuat kita sadar, bahwa seorang orang Batak tidak boleh menganggap rendah derajat seorang perempuan. Segudang persoalan terjadi pada diri orang Batak dewasa ini, karena mereka bukan lagi orang Batak yang memahami konsep-konsep tersebut. Penggalian-istilah secara konseptual dan filosofis terhadap istilah istilah yang ditanamkan oppung kita sejak dulu sangat perlu, seperti “dipahuta” “muli” “boru ni raja” dalam menulis nama perempuan batak, diantara nama dan marga harus ditulis “br” bukan langsung dengan marga.
Menikah adalah suatu pilihan apalagi pada era globalisasi sekarang. Tapi selaku warga dari suku batak, apa yang dikatakan “pilihan” bahwa seorang perempuan Batak menjadi aib bagi keluarga bila sampai tua tidak menikah, karena alasan pisah dari orang tua, belum tentu seperti harapaannya dengan suami, dan berbagai macam persoalan dugaan, bahkan yang paling dikhawatirkan adalah hubungan material orang tua dengan “huta” atau “ladang”menjadi hilang. Harus kita pahami dulu konsep “dipahuta,” dan “muli.” Bagi suku lain konsep “wanita,” yang asal katanya, “wani” dan “toto” artinya berani menata. Menata apa? Yaitu rumah tangganya supaya keluarga teratur dan suami betah dan senang berdiam di rumah, akibatnya kemanapun dia pergi, selalu ingin segera pulang kerumah untuk menikmati keteraturan penataan yang dibuat istri. Mungkin mereka memerlukan penampakan yang lebih teratur. Bagi orang Batak, konsep “parompuan.” Lebih kepada konsep harajaon, karena seorang raja harus mempunyai masyarakat yang banyak, karena rakyat yang banyak akan banyak yang mempertahankan wilayah. Maka seorang raja perlu melakukan penggalangan, karena bagi orang batak mengatakan “galang mula ni harajaon”.
Seorang gadis Batak harus menjadi paroppuan bagi suaminya seorang laki-laki tidak pernah menjadi oppung atau berketurunan tanpa seorang perempuan. Karena merupakan pilihan, maka aharkat seorang perempuan sebagai paroppuan bagi marga lain telah sirna. Maka konsep sebagai boru ni raja menjadi tanda tanya. Sebab konsep “boru ni raja” baru sah kalau seorang perempuan menjadi permaisuri. Disanalah perempuan menunjukkan kepatutan anda sebagai boru ni raja, bukan di “rumah orang tua atau itonya”
Konsep “boru raja” dikenal dalam setiap keluarga Batak. Kata itu sering dipakai dan selalu terdengar di telinga orang batak. Orang batak urban sering menganggap filosofi-filosofi kuno batak adalah produk kolot generasi lama dan meremehkannnya. “Raja” dalam filosofi batak, berarti “yang dihormati”. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering disimbolkan sebagai “Raja”. Simbol Raja bermakna “penghormatan”. Istri seorang lelaki batak sering dikatakan sebagai “boru ni raja” atau “putri si raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu saya), adalah Raja bagi semua kemenakannya.
Praktis, sebutan “boru raja” adalah sebuah konsep “kehormatan” dan “penghormatan” untuk perempuan batak yang dimulai sejak ia lahir. “Kehormatan” dan “penghormatan” ini meliputi banyak aspek seperti; kepatutan, moral, etika, sensitivitas, dignity, pride, wisdom, tradisi dan adat istiadat, dsb. Siapapun dia, apakah dia seorang perempuan istri Jendral atau pedagang ikan teri di pasar Senen, ia lahir didalam konsep “boru raja”.
“Boru ni Raja” harus memahami kepatutan berlaku, bekepribadian, berpakaian, dan berbuat layaknya sebagai permaisuri. “boru ni raja” harus memelihara moral sebagai permaisuri dan memiliki etika yang baik, serta sensitive terhadap hal-hal yang spele bahkan yang sangat spele harus segera di selesaikan dengan baik. “Boru ni Raja” adalah panutan disegala bidang ditengah masyarakat dan didalam pergaulannya sehari-hari,terutama ditengah kaumnya sendiri.
Banyak orang batak, yang tidak pernah menerjemahkan konsep “boru raja” ini kepada turun-temurunnya terutama kepada borunya. So, from now on, must dit it Tetapi dari banyak orang yang saya kenal. miskin, kaya, tua ataupun muda bahkan orang-orang pasaran ataupun pemuda-pemuda kelahiran kota yang sudah tidak perduli akan asal-usulnya, mereka semua mengenal konsep “boru raja” yang sering didengungkan oleh ayah-ayah mereka.
Konsep “Raja” memiliki makna yang sangat luas; memasuki teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Pertengkaran-pertengkaran di kalangan keluarga batak sering disudahi dengan kalimat “Raja do hita” atau terjemahannya adalah “kita adalah raja”. Artinya, kita tidak akan merendahkan diri kita untuk mempertengkarkan hal itu, karena seorang Raja tidak akan merendahkan martabatnya dengan pertengkaran-pertengkaran, perkelahian dsb. Hebat…! kan konsep “ke-Raja-an” dalam filosofi batak itu? Walaupun dalam prakteknya hal itulah yang paling susah dilakukan oleh orang batak. Mungkin konsep itu dibuat oleh opung-opung jaman dulu untuk mengatasi karakter “keras” orang batak. Apapun itu, betapapun sulitnya mengimplementasikannya, makna konsep itu luar biasa,.
Inti dari konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai “kehormatan” dan “priyayi”, kata yang dipakai oleh masyarakat jawa untuk menggambarkan konsep yang sama yang diambil dari bahasa jawa yaitu “Wanita”yang berasal dari kata wani dan toto tadi. Konsep “boru raja” juga sama dengan keadaan yang digambarkan dalam dongeng Cinderella yang berasal dari Eropah, karya HC Andersen.
Keningratan bukan semata sebuah lambang “kasta” belaka, tetapi sebuah simbol kepatutan yang menjadi ukuran-ukuran tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan Batak seharus nya berterima kasih pada nenek moyang kita yang memberikan sesuatu pengajaran melalui konsep filosofis, yang dianut oleh para orangtua kita sampai sekarang. Konsep boru ni raja sedikit banyak membentuk kepribadian perempuan Batak sampai sekarang, walaupun tidak sedikit perempuan Batak, begitu membenci konsep ini karena banyak yang menggambarkan sebagai konsep kesombongan perempuan batak. Seabaliknya banyak juga yang mengagumi karena, setelah merasakan, betapa indahnya sebuah kehidupan di dalam keluarga kalau seorang boru ni raja menerapkan konsep boru ni raja didalam kehidupannya sehari-hari.

Rabu, 18 November 2009

KUMPULAN SEJARAH SIHABATAHON

Mula ni Jolma
Mula ni Jolma Tubu tano on.(asal muasal manusia di dunia ini).
Tumbur do jadi toras,
Toras do manjadi pakko.
(dari tunas menjadi dewasa, dari dewasa menjadi pohon keras).
Ia dung ma i na basainganna antong songon nidok ni turi-turian: Mulak Siboru Deangparujar dohot Siraja Odap-odap margoar Tuan Mulana tu banua ginjang, tinggal ma anakkonna na dua i Sibursok dohot Sitatap di banua tonga on.(artinya: Seperti yg diceritakan oleh orang2 tua, pulanglah Siboru Deangparujar dengan suaminya Siraja Odap-odap yg bernama Tuan Mulana ke dunia atas, tinggallah 2 anaknya Sibursok dan Sitatap di dunia tengah. Kosmologi agama batak kuno menganut 3 dunia: dunia atas, tengah dan bawah. Mulajadi Nabolon dan dewa2 ada di dunia atas, manusia di dunia tengah dan kematian ada dunia bawah, juga para penjaga dunia bawah.)
Asa Sibursok dohot Sitatap ima ‘mula ni jolma tubu’ di tano on. Di tarombo manang pustaha na asing dibahen do gelaran ni Sibursok i Tantan Debata, jala Sitatapi Siboru Putri bulan.(artinya: Sibursok dan Sitatap inilah asal-muasal manusia yang ada di dunia ini. di buku Silsilah yg lain mereka diberi gelaran yaitu Tantan Debata(Sibursok) dan Siboru Putri bulan(Sitatap).
Di na palima sunduthon muse dapot ma goar si Raja Dunia, na maranakkon 3, i ma:
1. Raja Miok-miok.
2. Patundal Na begu.
3. Siaji Lapas-lapas.
(artinya: Pada generasi ke-5 menurut silsilah asal-usul manusia dibumi, ada Siraja Dunia yang mempunyai 3 orang anak: Raja Miok-miok, Patundal Nabegu dan Siaji Lapas-lapas).
Sian jolo-jolo tubu dope nunga diadathon hian, asa tubu sorang jolma tu hasiangan on. Molo ro sungkun-sungkun: songon dia na sorang i? Pintor Sibursok(siunsok, red: si ucok) do didok molo baoa, jala Sitatap(sibutet) didok molo boru-boru. Asa hata naung leleng do Bursok dohot Tatap i na sian sijolo-jolo tubu.(artinya: Rencana manusia akan lahir ke dunia tengah, sudah ada sejak dewa-dewa itu ada. Kalau ada pertanyaan seperti apa yang baru lahir itu, maka dipanggil sibursok(red: siucok) kalau dia laki-laki dan sitatap(sibutet) kalau yg lahir itu perempuan. mungkin inilah asal-muasal sebutan si ucok dan si butet).
Songon i ma muse, adong pe ‘jolma’ di tano on, ala na ditubuhon Siboru Deangparujar dohot Siraja Odap-odap do, sian i ma mula ni jolma tubu tu hasiangan on, na digoari Sibursok molo baoa, Sitatap molo boru-boru.
(artinya: Begitulah, adanya manusia di dunia ini karena dilahirkan oleh Siboru Deangparujar dan Siraja Odap-odap suaminya, dari merekalah asalnya makanya ada manusia di dunia tengah.)
Goar tubu do i di jolma, manang titel bursok manang titel tatap; ala dos do nasida rap jolma namarhajolmaon. Asa goar mula tubu do Sibursok dohot Sitatap i, ala nasida ma mula ni ‘jolma tubu’ di atas tano on.
(artinya: Itulah nama manusia yg pertama ada di dunia tengah, Sibursok dan Sitatap namanya. karena mereka ada makin bertambah banyaklah manusia di dunia tengah. versi lain dari Adam dan Hawa ).
Songon nidok ni turi-turian : Ianggo Siraja Odap-odap dohot Siboru Deangparujar, dung sae marpinopar mulak do muse tu ginjang, ala jolma parbanua ginjang hian do nasida na so olo mate, jadi ingkon mulak sambulo dohot harororanna hian.(artinya: Seperti yg diceritakan oleh orang2 tua, Setelah melahirkan manusia ke dunia, maka kembalilah Siboru Deangparujar dan Siraja Odap-odap ke dunia atas, karena darisana lah asal mereka, dewa yg tidak pernah mati.)
Dung ditinggalhon nasida Sibursok dohot Sitatap di banua tonga, disuru Mulajadi Nabolon do suruan Parhalado Siraja Ingotpaung dohot Siraja Asi-asi, magurus maniroi nasida asa maradat hajolmaon, dohot asa diboto nasida marparsaoran tu jolma parbanua ginjang i, ala didok do “Timus do gabe ombun, uap jumadihon udan”, Parsaoran ni jolma parbanua tonga dohot parbanua ginjang”. Ianggo di mulana sada do jolo banua dung sungsang partuturon dipadao Mulajadi Nabolon ma dunia.
(artinya: Setelah ditinggalkan oleh mereka Sibursok dan Sitatap di dunia tengah, maka diutus Mulajadi Nabolon lah pembantunya Siraja Ingotpaung dan Siraja asi-asi untuk menjaga kedua anak manusia itu. diajarkan beradat dan bergaul dengan manusia dunia atas. seperti ungkapan berikut “kabut jadi embun, uap menjadi hujan” artinya supaya hubungan antara manusia dunia tengah dan dunia atas tetap ada dan mengingatnya. pada mulanya hanya ada satu dunia(dunia atas), namun karena terjadi perkawinan antara kakak-adik maka dibuanglah mereka ke dunia lain/dunia tengah).
Asa ianggo di tingki parjolo di ‘Abat parsaoran’, na boi marsaor dope jolma parbanua ginjang dohot parbanua tonga on, na boi masiriritan dohot malualua bahen jolmana, ala angka na uli do rupa na; adong deba angka na marlualua laho tu bulan dohot tu bintang songon nidok ni turi-turian.
( artinya: Seperti yg diceritakan oleh orang2 tua dahulu jaman asal dulu, masih bisa bergaul manusia dunia atas dengan dunia bawah, bisa saling mengawini, ada sebagian juga yg pergi ke bulan dan bintang).
Demikianlah asal-muasal manusia di dunia ini menurut kepercayaan batak kuno, bahwa manusia pertama itu asalnya dari perkawinan dewata di dunia atas yaitu Siboru Deangparujar dan Siraja Odap-odap, kemudian turun ke bumi dan mempunyai anak yaitu Siborsuk dan Sitatap yang kemudian beranak-pinak di dunia tengah. (dari: Pustaha Tumbaga Holing, oleh: