Jumat, 20 November 2009

ADAT BATAK DAN GENDER

PEMAHAMAN KONSEP BORU NI RAJA BAGI ORANG BATAK

Konsep-konsep sihabatahon yang di ciptakan pendahulu kita salah satunya “boru ni raja” Konsep ini mengingatkan orang Batak betapa terhormatnya seorang boru di dalam satu keluarga orang Batak. sejak jaman dahulu. sesungguhnya konsep-konsep tersebut, membuat kita sadar, bahwa seorang orang Batak tidak boleh menganggap rendah derajat seorang perempuan. Segudang persoalan terjadi pada diri orang Batak dewasa ini, karena mereka bukan lagi orang Batak yang memahami konsep-konsep tersebut. Penggalian-istilah secara konseptual dan filosofis terhadap istilah istilah yang ditanamkan oppung kita sejak dulu sangat perlu, seperti “dipahuta” “muli” “boru ni raja” dalam menulis nama perempuan batak, diantara nama dan marga harus ditulis “br” bukan langsung dengan marga.
Menikah adalah suatu pilihan apalagi pada era globalisasi sekarang. Tapi selaku warga dari suku batak, apa yang dikatakan “pilihan” bahwa seorang perempuan Batak menjadi aib bagi keluarga bila sampai tua tidak menikah, karena alasan pisah dari orang tua, belum tentu seperti harapaannya dengan suami, dan berbagai macam persoalan dugaan, bahkan yang paling dikhawatirkan adalah hubungan material orang tua dengan “huta” atau “ladang”menjadi hilang. Harus kita pahami dulu konsep “dipahuta,” dan “muli.” Bagi suku lain konsep “wanita,” yang asal katanya, “wani” dan “toto” artinya berani menata. Menata apa? Yaitu rumah tangganya supaya keluarga teratur dan suami betah dan senang berdiam di rumah, akibatnya kemanapun dia pergi, selalu ingin segera pulang kerumah untuk menikmati keteraturan penataan yang dibuat istri. Mungkin mereka memerlukan penampakan yang lebih teratur. Bagi orang Batak, konsep “parompuan.” Lebih kepada konsep harajaon, karena seorang raja harus mempunyai masyarakat yang banyak, karena rakyat yang banyak akan banyak yang mempertahankan wilayah. Maka seorang raja perlu melakukan penggalangan, karena bagi orang batak mengatakan “galang mula ni harajaon”.
Seorang gadis Batak harus menjadi paroppuan bagi suaminya seorang laki-laki tidak pernah menjadi oppung atau berketurunan tanpa seorang perempuan. Karena merupakan pilihan, maka aharkat seorang perempuan sebagai paroppuan bagi marga lain telah sirna. Maka konsep sebagai boru ni raja menjadi tanda tanya. Sebab konsep “boru ni raja” baru sah kalau seorang perempuan menjadi permaisuri. Disanalah perempuan menunjukkan kepatutan anda sebagai boru ni raja, bukan di “rumah orang tua atau itonya”
Konsep “boru raja” dikenal dalam setiap keluarga Batak. Kata itu sering dipakai dan selalu terdengar di telinga orang batak. Orang batak urban sering menganggap filosofi-filosofi kuno batak adalah produk kolot generasi lama dan meremehkannnya. “Raja” dalam filosofi batak, berarti “yang dihormati”. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering disimbolkan sebagai “Raja”. Simbol Raja bermakna “penghormatan”. Istri seorang lelaki batak sering dikatakan sebagai “boru ni raja” atau “putri si raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu saya), adalah Raja bagi semua kemenakannya.
Praktis, sebutan “boru raja” adalah sebuah konsep “kehormatan” dan “penghormatan” untuk perempuan batak yang dimulai sejak ia lahir. “Kehormatan” dan “penghormatan” ini meliputi banyak aspek seperti; kepatutan, moral, etika, sensitivitas, dignity, pride, wisdom, tradisi dan adat istiadat, dsb. Siapapun dia, apakah dia seorang perempuan istri Jendral atau pedagang ikan teri di pasar Senen, ia lahir didalam konsep “boru raja”.
“Boru ni Raja” harus memahami kepatutan berlaku, bekepribadian, berpakaian, dan berbuat layaknya sebagai permaisuri. “boru ni raja” harus memelihara moral sebagai permaisuri dan memiliki etika yang baik, serta sensitive terhadap hal-hal yang spele bahkan yang sangat spele harus segera di selesaikan dengan baik. “Boru ni Raja” adalah panutan disegala bidang ditengah masyarakat dan didalam pergaulannya sehari-hari,terutama ditengah kaumnya sendiri.
Banyak orang batak, yang tidak pernah menerjemahkan konsep “boru raja” ini kepada turun-temurunnya terutama kepada borunya. So, from now on, must dit it Tetapi dari banyak orang yang saya kenal. miskin, kaya, tua ataupun muda bahkan orang-orang pasaran ataupun pemuda-pemuda kelahiran kota yang sudah tidak perduli akan asal-usulnya, mereka semua mengenal konsep “boru raja” yang sering didengungkan oleh ayah-ayah mereka.
Konsep “Raja” memiliki makna yang sangat luas; memasuki teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Pertengkaran-pertengkaran di kalangan keluarga batak sering disudahi dengan kalimat “Raja do hita” atau terjemahannya adalah “kita adalah raja”. Artinya, kita tidak akan merendahkan diri kita untuk mempertengkarkan hal itu, karena seorang Raja tidak akan merendahkan martabatnya dengan pertengkaran-pertengkaran, perkelahian dsb. Hebat…! kan konsep “ke-Raja-an” dalam filosofi batak itu? Walaupun dalam prakteknya hal itulah yang paling susah dilakukan oleh orang batak. Mungkin konsep itu dibuat oleh opung-opung jaman dulu untuk mengatasi karakter “keras” orang batak. Apapun itu, betapapun sulitnya mengimplementasikannya, makna konsep itu luar biasa,.
Inti dari konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai “kehormatan” dan “priyayi”, kata yang dipakai oleh masyarakat jawa untuk menggambarkan konsep yang sama yang diambil dari bahasa jawa yaitu “Wanita”yang berasal dari kata wani dan toto tadi. Konsep “boru raja” juga sama dengan keadaan yang digambarkan dalam dongeng Cinderella yang berasal dari Eropah, karya HC Andersen.
Keningratan bukan semata sebuah lambang “kasta” belaka, tetapi sebuah simbol kepatutan yang menjadi ukuran-ukuran tidak tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Perempuan Batak seharus nya berterima kasih pada nenek moyang kita yang memberikan sesuatu pengajaran melalui konsep filosofis, yang dianut oleh para orangtua kita sampai sekarang. Konsep boru ni raja sedikit banyak membentuk kepribadian perempuan Batak sampai sekarang, walaupun tidak sedikit perempuan Batak, begitu membenci konsep ini karena banyak yang menggambarkan sebagai konsep kesombongan perempuan batak. Seabaliknya banyak juga yang mengagumi karena, setelah merasakan, betapa indahnya sebuah kehidupan di dalam keluarga kalau seorang boru ni raja menerapkan konsep boru ni raja didalam kehidupannya sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar