Selasa, 24 November 2009

ACARA MAMASUKI BAGAS

ADAT MAMASUKI BAGAS
Oleh St. Drs. Beresman. Rambe
(Op. ni si Jonathan So Tarjua Ro Berkat)

Rumah bagi orang Batak, merupakan suatu cita-cita yang paling di prioritaskan dalam hidupnya. Rumah merupakan sesuatu yang sangat didambakan, agar menjadi tempat bernaung, dikala hujan tidak kehujanan, dikala panas terik tidak kepanasan, dikala malam tidak kedinginan. Menjadi tempat memulai segala aktivitas dan keberangkatan untuk menuju tempat kerja. Baik kerja di kantor, pabrik, toko, dan lain-lain, juga untuk memulai kerja di sawah dan lading. Rumah juga menjadi tempat mengumpulkan segala rejeki yang didapatkan dari pekerjaannya, untuk dinikmati (dihalashon) oleh seluruh anggota keluarga. Rumah merupakan tempat yang selalu dirindukan oleh seluruh anggota keluarga yang ingin segera kembali dari tempat kerja maupun dari perjalanan. Rumah sangat penting arti filosofinya bagi orang Batak. Filosofi makan, filosofi berpakaian, filosofi karakter, filosofi-filosofilain di dalam aspek kehidupan seseorang.
Bagi orang Batak, apabila sudah bisa membangun sebuah rumah untuk tempat keluarga bernaung sangat bersenang hati. Tradisi mendirikan rumah bagi orang Batak, hendaknya diberitahukan kepada tulangnya si Bapak untuk memohon doa restu. Biasanya kalau ada seorang bere yang memberitahukan rencana pembangunan rumah kepada tulang, maka tulang tersebut (saudara laki laki-laki dari ibunya si bapak) akan membantu dalam hal pengadaan kuda-kuda dan atap. Kalau keadaan tulangnya kurang, minimal satu lembar atap harus diberikan. Maka tradisi untuk menaikkan kuda-kuda, Tulang harus berada disana untuk memberikan/membacakan doa. Tidak melihat rumahnya yang bagaimana. Gubuk, darurat, semi permanen, permanen, dan gedung. Maka untuk memulai tinggal di dalam rumah tersebut selalu diadakan acara memasuki.
Acara memasuki rumah bagi orang Batak mempunyai tingkatan sesuai situasi dan kondisi rumah yang akan di tempati.
“Manuruk bagas”. Kondisi rumah manuruk adalah rumah yang harus ditempati walau keadaan darurat artinya, rumah tersebut gubuk atau permanen belum sempurna sebagai rumah yang sudah selesai. Acara “manuruk” sangat sederhana dan dihadiri oleh kakak adek. Biasanya rumah darurat, tidak diberitahukan kepada tulang, agar sekali memberitahukan apabila keluarga tersebut sudah punya dana untuk meningkatkan kondisi bangunan.
“Mangapi-api I” Kondisi rumah belum 100% selesai. Menunggu selesai, mungkin kondisi belun selesai tersebut, hingga rusak tidak selesai juga. Maka menempati rumah adalah untuk merawat kondisi yang belum selesai tersebut. Biasanya rumah yang tidak ditempati, akan lebih mudah rusak dari pada yang ditempati. Untuk acara dalam mangapi-api I, yang di undang adalah sanak keluarga saja ditambah tukang (pande), dan utusan dari tetua setempat.
“Memasuki Jabu” Kondisi rumah 100% selesai dan kondisi bangunan permanen, yang pada saat memulai membangun, dihadiri oleh tulang dari bapak dan berdoa untuk keselamatan pande, dalam mengerjakan pembangunan rumah tersebut hingga selesai. Acara mamasuki, dipanggil Hula-hula, Tulang, memungkinkan juga Tulang rorobot (Tulangni inanta). Tudu-tudu ni sipanganon di padoppak ma tu tulang, rapma dohot hula-hula. Boasa tu tulang?
1. Karena kita menganut sistim patrilinil, dianggap bahwa keadaan kekayaan keluarga. Adalah berkat doa tulang, dan dalam sejarahnya, tulanglah yang menumpangkan tangan ke kepala berenya waktu mendoakannya pada saat memberikan paroppanya. Tidak Jarang terjadi, bahwa silaki ketemu jodoh seorang istri yang berpenghasilan bagus atau mertua yang kaya raya, sehingga banyak dana yang dikeluarkan mertua demi keberhasilan anak mantunya termasuk dalam membangun rumah. Bagi orang Batak, mempunyai keyakinan secara adat bahwa itu juga berkat doa tulang sehingga berenya dapat jodoh yang demikian. Segala bantuan yang diterimakan anak mantu sesungguh adalah Kasih terhadap anak (holong marnianakkon) Diperantauan ini menjadi alas an untuk menhadapkan tudu-tudu ni sipanganon kepada hula-hula sepertinya tidak ada lagi peran tulang dalam hal acara yang demikian.
2. Sian sejarahna, Tulang yang memberikan bahkan merancang bentuk kuda-kuda dan atap rumah yang akan dibangun oleh berenya, dengan keyakinan, adalah doa tulang kepada penghuni rumah tersebut yaitu berenya dan keluarga. Dalam memasuki rumah yang demikian, walaupung pihak tulang memberikan ulos, penghuni rumah tidak diharuskan untuk memberikan situak na tonggi kepada pihak hula-hula atau tulang. Bagi orang Batak Pantang untuk mengeluarkan apapun dari dalam rumah kalau acara, “manuruk, Mangapi-api I, memasuki bagas”
“Mangoppoi Bagas” Mangoppoi bagas, adalah sifat pesta memasuki rumah baru, harus mangaliddakkon na gok. Sifat pestanya adalah horja. Proses mulai membangun sama seperti mamasuki bagas. Semua hula-hula memberikan ulos dan harus dib alas dengan situak na tonggi. Daging tidak boleh namarmiak-miak harus sigagat duhut. Rumah yang dioppoi tidak boleh dijual, dan menjadi pusakko bagi keturunannya.
Catatan: Rumah yang dibeli jadi, tanpa merobah\renovasi sebagian dari rumah, tidak ada acara mamasuki, hanya sebagai pemberitahuan kepada sesama family agar mereka tau alamat kita kemudian.
Dengan mengatahui rumah yang dioppoi, maka kita tidak perlu mangoppoi rumah di perantauan/Jakarta, karena adanya perobahan peruntukan lahan atau ada kemungkinan di gusur.(br)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar